Nasional

Penyederhanaan Struktur Tarif CHT Dapat Turunkan Prevalensi Merokok

INDOPOSCO.ID – Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) mengatakan, idealnya strata tarif cukai rokok hanya terdiri dari satu tarif atau tarif tunggal. Hal ini sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

Peneliti PKJS-UI Risky Kusuma Hartono mengatakan, penyederhanaan struktur tarif CHT mampu menaikkan harga rokok sehingga dapat menurunkan prevalensi merokok.

“Salah satu step untuk mencapai Indonesia maju, bisa dilakukan dengan melakukan simplifikasi struktur tarif cukai,” kata Risky dalam webinar digelar KBR dengan tema “Mengapa Penyederhanaan Struktur Cukai Tak Kunjung Dilakukan?” yang digelar secara virtual baru-baru ini.

Baca Juga : Polisi Larang Warga Merokok Sambil Berkendara

Saat ini Indonesia masih terkungkung dalam 10 strata tarif cukai, meski membaik dibanding 19 strata tarif di tahun 2009-2011. Strata dibedakan berdasarkan jenis rokok, seperti SKM, SPM, SKT dan SPT.

Jenis tersebut terbagi menjadi 3 golongan berdasarkan jumlah produksi pabrik. Dari golongan tersebut, dibagi lagi berdasarkan harga jual eceran minimum per batang dan terbagi lagi menjadi beberapa tarif.

“Apabila strata tarif cukai ini cukup rumit, maka akan memiliki konsekuensi yang negatif, yaitu harga rokok akan semakin luas dan murah. Harga yang luas akan memungkinkan konsumen dapat beralih ke produk rokok yang lebih murah,” kata dia.

Baca Juga : Begini Strategi Unik Inggris Bantu Warganya Berhenti Merokok

“Rumitnya atau banyaknya strata tarif cukai rokok bakal berdampak pada terhambatnya penurunan prevalensi perokok. Simplifikasi strata menjadi salah satu dari tiga variabel yang mampu mengurangi daya beli terhadap rokok. Dua variabel lainnya adalah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan menaikkan batasan minimum harga jual eceran,” lanjut Risky.

“Semakin banyak tingkatan tarif strata cukai, akan membuat harga rokok semakin terjangkau. ini tidak sesuai semangat kita mendorong para perokok berhenti untuk membeli rokok, yang mana konsekuensi umum adalah harga rokok masih murah atau masih dapat dijangkau,” tegas Risky.

Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Mukhaer Pakkana memandang struktur tarif CHT yang sederhana sejalan dengan pengendalian tembakau karena akan mendorong fungsi kontrol konsumsi rokok di masyarakat.

“Simplifikasi akan mendorong optimalisasi penerimaan cukai, mendorong kepatuhan industri dan mendorong penurunan konsumsi rokok di kalangan masyarakat rentan,” ujar Mukhaer.

“Dengan begitu, sistem cukai makin sederhana dan tidak membingungkan, dan sistem administrasi makin kuat. Kalau layernya banyak itu membingungkan sehingga gampang dimasuki oleh pelaku industri besar untuk bermain di level bawah,” katanya.

Sementara itu, Senior Advisor Human Rights Working Group (HRWG) Rafendi Djamin memandang bahwa penundaan pelaksanaan penyederhanaan struktur tarif CHT sama halnya dengan mengingkari dan menunda pemenuhan hak asasi manusia (HAM).

“Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi hak kesehatan dengan membuat legislasi atau regulasi yang tidak mengancam kesehatan publik. Termasuk juga Permenkeu di mana ada road map tembakau yang tertunda pada 2017,” tutup Rafendi. (ibs)

Back to top button