PP SDI: Eksaminasi Publik Tantang Hakim Putuskan Sengketa Secara Adil

INDOPOSCO.ID – Pengujian secara ilmiah atau akademik (eksaminasi) terhadap putusan hakim adalah hak warga negara, khususnya para ahli hukum. Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua Umum (Ketum) Pengurus Pusat (PP) Sarekat Demokrasi Indonesia (SDI) M Andrean Saefudin dalam keterangan, Kamis (18/11/2021).
Eksaminasi, menurut dia, langkah positif yang harus menjadi tradisi untuk mendorong peradilan yang accountable dan fair ke depan. “Dengan eksaminasi publik, maka ada prinsip publisitas dan transparansi putusan hakim di hadapan publik dan dapat dinilai oleh publik pula,” ungkapnya.
Dikatakan dia, adanya eksaminasi publik, maka para hakim ditantang untuk melahirkan putusan-putusan yang adil dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Oleh karenanya, eksaminasi publik bagian dari open assessment terhadap kinerja hakim dalam memutuskan sebuah sengketa Pilkada.
Baca Juga: PK Ditolak MA, Eks Presiden PKS LHI Gigit Jari
“Eksaminasi dapat menjadi pembanding atau comparative analysis terhadap putusan hakim, sehingga putusan hakim di masa datang akan semakin berkualitas,” terangnya.
Lebih jauh ia mengungkapkan, esaminasi publik terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021 dalam sengketa Pilkada Kabupaten Yalimo Provinsi Papua menjadi pengawasan terhadap proses demokratisasi.
“Metode ini jadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses advokasi atau pengawasan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021,” tegasnya.
Ia menuturkan, keterlibatan publik dalam melakukan pengawasan bisa memberikan masukan untuk melahirkan kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Oleh karena itu peran berbagai pihak dalam menyebarluaskan ide, gagasan atau bahkan bertindak aktif melakukan eksaminasi publik.
“Kami sebagai organsisasi yang konsisten bergerak dan bertanggungjawab dalam pemajuan demokrasi asli di Indonesia telah melakukan eksaminasi publik terhadap putusan MK Nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021,” katanya.
Ia menyebut, kesimpulan eksaminasi di bawah ini akan mereview dan menganalisis beberapa pertanyaan penting seperti MK tidak konsisten dalam menerapkan Pasal 158 ayat (2) huruf a UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Lalu, putusan MK No. 145/PHP.BUP-XIX/2021 sangat dangkal dan kontroversi serta telah menciderai prinsip demokrasi dalam Pemilihan Umum serta asas keadilan dan kepastian hukum.
“MK diduga telah menyelundupkan kewenangannya dengan mendiskualifikasi pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati mengenai persyaratan calon karena sengketa administrasi merupakan kewenangan Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai dengan ketentuan perundangan,” katanya.
MK, masih ujar Andrean, tidak berwenang memberikan pertimbangan hukum terkait kasus pidana umum atas nama Erdi Badi, S. Sos, yang sudah diselesaikan secara hukum adat Papua, sehingga tidak dapat diperiksa kembali pada Pengadilan Negara (PN).
“MK diduga telah melanggar hukum acara yang sudah ditetapkan oleh undang-undang (UU) karena tidak melakukan pemeriksaan terhadap saksi fakta dan ahli. Dan eksaminasi publik ini telah kami sampaikan juga kepada pemerintah,” ujarnya. (nas)