Nasional

Praktik “Mixing” Vaksin sebagai Booster Tenaga Kesehatan

INDOPOSCO.ID – Ketua Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menyampaikan praktik penyuntikan jenis vaksin berbeda pada satu orang atau mixing vaksin di Indonesia diperuntukkan sebagai booster bagi tenaga kesehatan.

“Khusus praktek mixing vaksin di Indonesia sejauh ini Kementerian Kesehatan hanya menetapkan peruntukannya untuk booster dosis ketiga bagi tenaga kesehatan,” ujar Wiku dalam konferensi pers yang dipantau via daring di Jakarta, Kamis (26/8).

Ia mengatakan, hal ini dikarenakan jenis vaksin Sinovac yang diterima oleh tenaga kesehatan pada dua dosis pertama sebelumnya, saat ini juga dialokasikan untuk populasi khusus, yakni untuk anak di atas 12 tahun, ibu hamil dan ibu menyusui.

“Untuk itu diharapkan masyarakat dan pihak penyelenggara vaksinasi dapat mengikuti vaksinasi sesuai prosedur yang direkomendasikan demi melindungi diri sendiri maupun orang- orang terdekat kita,” tambahnya, dilansir Antara.

Wiku mengemukakan beberapa kombinasi jenis vaksin yang sudah lolos uji di populasi, di antaranya pencampuran antara vaksin AstraZeneca dan Pfizer di Jerman.

Kemudian, vaksin AstraZeneca dan Sputnik di Azerbaijan, Sinovac dan AstraZeneca di Thailand, dan Sinovac dan Moderna di Indonesia.

“Jenis vaksin yang dapat dikombinasikan ini dapat dinamis seiring dengan berkembangnya uji lanjutan lainnya,” paparnya.

Ia menyampaikan, vaksinasi akan menjadi sempurna jika dilakukan bersamaan dengan disiplin menjalankan protokol kesehatan.

Dalam kesempatan itu, Wiku menjelaskan, vaksin adalah substansi yang dibuat sedemikian rupa dari organisme yang sangat kecil penyebab penyakit atau agent yang mengandung racun atau protein tertentu dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap tubuh dari penyakit tertentu.

Di Indonesia, lanjut dia, terdapat lima jenis vaksin yang telah mendapatkan izin penggunaan darurat( EUA) untuk digunakan di Indonesia yaitu Sinovac dan Sinopharm yang tergolong vaksin inaktif.

Kemudian, AstraZeneca yang tergolong vaksin vektor virus, serta Moderna dan Pfizer yang tergolong vaksin dengan memanfaatkan teknologi genetika.

“Perlu menjadi perhatian bahwa sebelum dinyatakan aman dan efektif untuk digunakan, berbagai tahapan evaluasi harus dilalui, bahkan secara statistik umumnya hanya 7 dari 100 atau sekitar 0,07 persen kandidat vaksin saja yang dianggap cukup mampu meneruskan ke tahap uji klinis pada manusia,” kata Wiku. (mg3)

Back to top button