Budaya Patriarki Buat Perempuan Rentan Alami Kekerasan

INDOPOSCO. ID – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menjelaskan budaya patriarki yang mengakar dalam masyarakat membuat perempuan menjadi rentan terhadap kekerasan serta diskriminasi.
“Sampai saat ini perempuan masih dikategorikan sebagai kelompok rentan karena budaya patriarki yang sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat kita yang telah menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dibanding dengan laki-laki. Ketimpangan gender ini kemudian membuat perempuan menjadi rentan terhadap kekerasan, diskriminasi serta berbagai perlakuan salah lainnya,” tutur Menteri Bintang melalui siaran pers yang diterima Antara, Kamis (26/8/2021).
Menurut dia, perempuan atau pria berpotensi menjadi korban atau pelaku. Meski kenyataannya, perempuan masih menjadi kelompok paling rentan. Di tengah situasi pandemi Covid-19, meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan teknologi telah memicu potensi kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2021 menyebut peningkatan tajam kekerasan berbasis gender online di masa pandemi. Tercatat yang dilaporkan ke Komnas Perempuan naik dari 241 kasus pada 2019 menjadi 940 kasus pada 2020. Sementara dari laporan lembaga layanan, terjadi peningkatan KBGO dari 126 kasus pada 2019 menjadi 510 kasus pada tahun 2020.
Dalam kasus kekerasan berbasis gender, angka yang tercatatkan selalu lebih kecil dibandingkan jumlah kasus sebenarnya. “Perlu kita ingat kalau tidak ada satu orang pun yang berhak mendapatkan kekerasan, bagaimanapun situasinya. Mereka (penyintas kekerasan) bukan hanya sekedar angka. Mereka adalah ibu, anak, saudara, teman, yang dikasihi oleh orang-orang di sekitar mereka, yang berhak mendapatkan keadilan,” jelas Menteri Bintang.
Ada berbagai faktor yang membuat kebanyakan korban enggan melaporkan kekerasan yang dialaminya, tidak terkecuali saat ini di tengah kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), KBGO muncul menjadi teror baru yang dapat mengancam siapa saja.
“Permasalahan pelaporan tidak hanya terjadi dalam kekerasan berbasis gender yang sifatnya fisik, namun juga yang sifatnya daring. Banyak sekali penyintas yang tidak berani melaporkan kejadian karena takut diperkarakan kembali oleh pelaku. KBGO masih menjadi isu yang baru untuk banyak pihak,” ucap Bintang.
Dia berujar risiko KBGO terhadap wanita akan semakin tinggi apabila upaya khusus tidak dilakukan. Menteri PPPA juga mengajak semua pihak untuk memperkuat perjuangan menghentikan KBGO. Sinergi juga harus dilakukan tidak hanya pada tingkat nasional, tetapi juga internasional.
Pihaknya juga sangat mendukung diluncurkannya Buku Cedera Dunia Maya. Buku yang diterbitkan LBH APIK Jakarta ini berisi cerita para penyintas KBGO. “Melalui cerita para penyintas KBGO, kita akan semakin memahami perspektif mereka, berempati, mengenali masalah-masalah dalam sistem, mencari solusi serta membangun sistem yang dapat berpihak kepada mereka. Saya mendorong seluruh pemangku kepentingan serta masyarakat luas untuk membaca buku ini,” tutur Bintang.
Bagi masyarakat yang ingin membaca buku dapat mengakses melalui website resmi publikasi LBH APIK https://awaskbgo.id/publikasi/ yang dijadwalkan akan terbit dalam 2 minggu ke depan. (mg2/wib)