Kapolri Baru Harus Lebih Tanggap Pada Kasus Kekerasan Seksual Anak

INDOPOSCO.ID – Indonesian Feminist Lawyers Club (IFLC) meminta Kapolri terpilih Komjen Listyo Sigit lebih tanggap terhadap kasus kekerasan seksual yang dialami anak. Sebab ada kecendrungan kekerasan seksual meningkat di masa pandemi Covid 19 ini.
“Pertama selamat untuk terpilihnya Komjen Listyo sebagai Kapolri yang baru. Namun demikian di bawah kepemimpinan beliau, Polri harus lebih tanggap terhadap masalah Kekerasan Seksual dan mampu melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak,” kata Ketua IFLC Nur Setia Alam kepada INDOPOSCO.ID, Minggu (23/1/2021).
Padahal, lanjutnya, aturan hukum ini sudah ditetapkan dan menginstruksikan aparat penegak hukum, pemerintah pusat, maupun daerah untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka melakukan pencegahan dan pemberantasan kejahatan seksual terhadap anak.
Dia menyatakan di masa pandemi ini, perempuan dan anak semakin rentan dengan kekerasan seksual. Sebagai contoh Komnas Perempuan mencatat sampai Mei 2020 saja, jumlah kekerasan terhadap perempuan mencapai 892 kasus atau 63% dari total pengaduan tahun 2019. Bagi IFLC sebagai lembaga yang memberikan advokasi kepada korban perempuan, anak dan kaum disabilitas Kapolri baru harus mampu memberikan langkah konkrit terhadap penangan kasus kekerasan seksual ini.
“Kasus Kekerasan Seksual terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, sehingga Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, kita semua harus terus mendorong bahkan jika perlu melakukan demoralisasi agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi UU, termasuk Kapolri yang baru harus berupaya untuk mengurangi Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan memprioritaskan program konkritnya yaitu Tanggap Darurat Kekerasan Seksual khususnya terhadap Anak,” katanya.
Selain itu, Kapolri baru diharapkan memerintahkan jajarannya agar tak segan-segan menggunakan Pasal 82 Ayat 2 Perppu 1/2016 juncto Pasal 76E UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara ditambah ancaman pidana 1/3 dari pidana pokok terhadap pelaku Inses atau kekerasan seksual terhadap anak kandung.
“Hal ini untuk memberi efek jera kepada pelaku. Sebab kekerasan seksual dapat dialami oleh siapa saja dan dilakukan oleh siapa saja, tak peduli pelaku berpendidikan atau tidak,” cetusnya.
Hal ini dapat dilihat dari kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang mantan politikus senior Partai Amanat Nasional berinisial AA di Mataram. Dia tega melakukan pencabulan kepada anak kandungnya sendiri. Saat ini korban telah mendapatkan bantuan dan perlindungan hukum dari Solidaritas Perempuan dan Lembaga Perlindungan Anak. (wib)