Megapolitan

Transformasi PAM Jaya Jadi Penentu Ketahanan Air Jakarta ke Depan

INDOPOSCO.ID – Direktur Utama PAM Jaya, Arief Nasrudin, menegaskan pihaknya mengejar target layanan air perpipaan 100 persen bagi warga Jakarta pada 2029.

Menurutnya, sejak pengambilalihan dari swasta pada Februari 2023, PAM Jaya telah menambah 124 ribu sambungan rumah tangga.

“Target besar berikutnya, membangun 7.000 kilometer pipa hingga 2029,” katanya Sabtu (20/9/2025).

“Pekerjaan itu menimbulkan kepadatan arus lalu lintas karena pipa harus ditanam di badan jalan,” imbuhnya.

Ia menjelaskan, tantangan lain adalah ketersediaan air baku, lanjutnya Jakarta masih bergantung 85 persen pasokan dari luar wilayah, terutama Waduk Jatiluhur.

Namun Bendungan Karian yang dijanjikan Kementerian PUPR hingga kini belum berkontribusi.

“Pesan Pak Gubernur jelas, jangan bergantung pada satu sumber. Kami cari alternatif, bahkan sampai ke Banten,” ujar Arief.

Ia menuturkan, masalah besar lain yakni jaringan pipa tua. Sebanyak 70 persen pipa berusia 25–40 tahun, sebagian besar bukan food grade, rawan bocor, dan menyebabkan kerugian Rp1 triliun per tahun akibat non-revenue water (NRW).

“Untuk menutup celah itu, PAM Jaya menyiapkan empat instalasi pengolahan air baru di Semanan, Muara Karang, Condet, dan Kanal Banjir Barat 2, serta meluncurkan teknologi water purifier agar air tetap layak konsumsi,” tuturnya.

Selain itu, kata Arief, pihaknya mendorong transformasi digital melalui super apps, penerapan smart water meter pada 49 ribu pelanggan, hingga mobil laboratorium mikrobiologi untuk menguji kualitas air di lapangan.

“Air perpipaan kami hanya Rp1 per liter, jauh lebih murah dari air kemasan. Kami ingin masyarakat beralih. Target 2029 harus tercapai,” ucapnya.

Sementara itu, Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Prof Firdaus Ali, menegaskan tata kelola air bersih Jakarta sudah mendesak untuk ditransformasi.

“Air adalah sumber kehidupan. Ironisnya, Jakarta dengan 13 sungai dan 76 anak sungai, tak satu pun yang layak jadi air baku. Semua tercemar limbah,” ucap Firdaus.

Ia menyoroti cakupan layanan air perpipaan Jakarta yang masih di bawah 50 persen, dengan tingkat kehilangan air (NRW) mencapai 45–47 persen, salah satu yang terburuk di dunia.

“Kalau ada gangguan di Kali Malang, suplai 81 persen air Jakarta berhenti total. Itu jelas berbahaya,” tegasnya.

Firdaus menambahkan, transformasi PAM Jaya menjadi Perseroda bukan bentuk privatisasi, melainkan langkah memperkuat transparansi dan membangun kepercayaan publik.

Lebih jauh, Firdaus mengingatkan bahaya nyata jika Jakarta tidak bergerak cepat.

“Penurunan tanah, ekstraksi air tanah, dan ancaman rob bisa membuat garis pantai 2050 sudah bergeser ke Harmoni. Solusinya percepat layanan air perpipaan, tekan kebocoran, dan perkuat pertahanan pesisir,” pungkasnya. (fer)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button