Megapolitan

Legislator PKB Minta Dunia Pendidikan Tak Boleh Jadi Ladang Teror bagi Anak-Anak

INDOPOSCO.ID – Lembaga pendidikan yang semestinya menjadi ruang aman dan rumah kedua bagi anak-anak, kini berubah menjadi tempat penuh ancaman.

Anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jakarta, M. Fu’adi Luthfi, menyoroti keras maraknya kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan sekolah, termasuk di satuan pendidikan berbasis keagamaan.

“Fakta di lapangan menunjukkan keprihatinan mendalam. Tempat yang seharusnya melindungi dan mencerdaskan, justru menciptakan luka batin mendalam bagi anak-anak. Kepercayaan mereka dikhianati,” katanya dalam keterangan pada Rabu (30/7/2025).

Menurutnya, data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat, sepanjang tahun 2024 telah terjadi 573 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan.

“Ironisnya, 42 persen dari kasus tersebut merupakan pencabulan, menjadikannya bentuk kekerasan paling dominan,” ujarnya.

Lanjutnya, lebih mencengangkan lagi, 36 persen dari kasus pencabulan terjadi di lembaga pendidikan berbasis agama, termasuk madrasah dan pesantren.

“Korban terbanyak adalah anak-anak usia SD dan SMP, dan tak jarang pelakunya adalah orang-orang yang selama ini dipercaya untuk membimbing mereka,” tukasnya.

Legislator Fraksi PKB itu menyatakan, akar masalah ini tidak bisa diselesaikan secara reaktif semata.

Ia mendorong pendekatan sistemik melalui pembaruan kurikulum nasional yang berani menyentuh realitas dan akar persoalan di lapangan.

“Diperlukan kurikulum khusus pencegahan kekerasan seksual di semua jenis satuan pendidikan, termasuk yang berbasis agama,” jelasnya.

Lanjutnya, kurikulum itu harus dirancang secara lintas disiplin mengajarkan anak untuk menghormati tubuhnya, memahami batasan, dan mengenal hak-haknya sebagai manusia.

“Langkah ini sejalan dengan dorongan Komisi X DPR RI yang sebelumnya telah menyerukan kepada pemerintah untuk segera menyusun kurikulum antipelecehan yang komprehensif,” tuturnya.

Fu’adi menambahkan bahwa pendidikan harus membangun keberanian anak untuk berkata tidak terhadap pelecehan.

Hal ini, menurutnya, hanya bisa dilakukan jika pendekatan pembelajaran turut melibatkan nilai-nilai keberanian, keadilan, dan perlindungan anak sebagai prioritas.

“Negara tidak boleh membiarkan satu pun ruang pendidikan menjadi tempat tumbuhnya teror bagi masa depan bangsa,” pungkasnya. (fer)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button