DPR Minta Polri Usut Tuntas Ancaman Bom di Pesawat Jemaah Haji

INDOPOSCO.ID – Anggota Komisi III DPR RI Surahman Hidayat meminta Polri untuk mengusut tuntas kasus ancaman ledakan bom terhadap pesawat Saudi Airlines SV 5276 rute Jeddah-Jakarta sebab menyangkut kredibilitas sistem keamanan nasional.
“Saya minta Polri usut tuntas kasus ini karena kasus ini tidak bisa dianggap enteng, apalagi menyangkut keselamatan jemaah haji Indonesia dan kredibilitas sistem keamanan nasional,” kata Surahman seperti dilansir Antara, Selasa (24/6/2025).
Menurutnya, Densus 88 dan pihak terkait perlu menuntaskan penyelidikan sampai ke akarnya, termasuk siapa pelaku, apa motifnya, dan apakah ada jaringan yang terlibat di dalamnya.
Dari sisi hukum Indonesia, dia berpendapat bahwa ancaman bom terhadap pesawat, baik nyata maupun palsu, bukan sekadar pelanggaran biasa, melainkan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyebutkan bahwa ancaman kekerasan yang menimbulkan rasa takut secara meluas, apalagi terhadap objek vital seperti pesawat dan bandara, dapat dijerat sebagai aksi terorisme.
“Bahkan, jika bomnya tidak nyata, niat dan dampaknya tetap masuk kategori ini,” ucapnya.
Dalam Pasal 437 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyebutkan bahwa siapa pun yang menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan bisa dipidana hingga 8 tahun penjara.
Selain itu, kata dia, Pasal 600 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur bahwa menyebarkan informasi palsu tentang ancaman bom di pesawat bisa dipidana karena mengganggu ketertiban umum dan keamanan nasional.
“Jadi, meskipun ancaman itu dikirim lewat email dan ternyata palsu, pelakunya tetap bisa dijerat hukum berat. Apalagi, kalau terbukti ada motif ideologis atau politik, seperti yang sedang didalami Densus 88 dalam kasus ini,” tuturnya.
Legislator ini memandang perlu penelusuran lebih dalam terkait pelaku pengiriman pesan elektronik (email) yang diduga berasal dari India sebab alamat IP tidak selalu mencerminkan lokasi pelaku yang sebenarnya.
Dengan menggunakan VPN atau proxy, menurut Surahman, pelaku bisa dengan mudah menyamarkan lokasinya memakai layanan VPN atau jaringan proxy dari negara lain, misalnya memantulkan koneksi melalui server di India.
Surahman lantas berkata, “Dengan menggunakan email spoofing atau server relay, bisa saja email dikirim melalui server pihak ketiga, atau bahkan dengan teknik spoofing yang menyamarkan asal usul sebenarnya.”
Bahkan, dalam kasus ekstrem, lanjut dia, pelaku dapat menggunakan jaringan botnet, yakni komputer orang lain yang terinfeksi malware sebagai “perantara” sehingga jejak digitalnya menyasar ke pihak yang sama sekali tidak terlibat.
Untuk itu, dia menggarisbawahi kasus ancaman ledakan bom ini membutuhkan penyelidikan cybercrime yang melibatkan teknik digital forensik yang cukup rumit.
“Yang tidak cuma melacak alamat IP dan server pengirim, tetapi juga pola komunikasi, metadata, dan butuh bantuan otoritas luar negeri untuk mengurai jalur lintas negara jika terindikasi pelaku berada di luar negeri,” tuturnya.
Wakil rakyat yang berada di komisi yang membidangi urusan hukum, HAM, dan keamanan ini memandang perlu audit keamanan bandara untuk mengevaluasi respons dan pencegahan ke depan.
Ia mengapresiasi kesigapan Densus 88 Antiteror Polri menyelidiki kasus ancaman bom tersebut, serta kinerja tim penjinak Bom Satuan Brimob Polda Sumatera Utara yang melakukan pemeriksaan terhadap pesawat SV-5726 dan melakukan pengamanan bersama satuan TNI dari Kodam I/Bukit Barisan dan TNI AU ketika mendarat darurat di Bandara Kualanamu, Selasa (17/6).
“Tim gabungan dengan sigap telah menyisir seluruh bagian pesawat, termasuk kabin, ruang kargo, dan barang-barang yang diangkut. Hasilnya, tidak ditemukan bahan peledak atau benda mencurigakan, dan semuanya dinyatakan aman,” kata dia. (wib)