Soal Penolakan PPN 12 Persen, Gerindra Tegas Sebut PDIP Munafik

INDOPOSCO.ID – Serangan balik Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) atas penolakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen terus dilakukan. Kali ini datang dari Anggota DPR Sugiat Santoso yang tegas menyebut partai berlambang banteng itu menjalankan politik kemunafikan.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR dari Fraksi Gerindra ini mengatakan, salah satu cara melihat keseriusan sebuah partai politik dalam memperjuangkan kepentingan rakyat adalah konsistensinya dalam menjaga sikap atas pikiran dan perbuatannya.
“Keseriusan itu membutuhkan konsistensi dan konsistensi bertautan erat dengan moral politik. Dalam moral politik juga tidak boleh ada persimpangan jalan antara perkataan dan perbuatan,” kata Sugiat dalam keterangannya, dikutip Rabu (25/12/2024).
Padahal, ujar dia, jika kembali membaca utuh risalah sidang, Fraksi PDIP di DPR merupakan inisiator utama lahirnya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dengan keterlibatan Dolfie Othniel Frederic Palit dalam memimpin panitia kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) HPP. Adapun Dolfie Othniel adalah anggota Fraksi PDIP sekaligus Wakil Ketua Komisi XI DPR dengan lingkup tugas di bidang keuangan, perencanaan pembangunan nasional, moneter, dan sektor jasa keuangan.
“Artinya, sejak awal fraksi PDI Perjuangan di DPR RI sangat serius untuk menggolkan RUU HPP menjadi undang-undang. Selain alasan PDI Perjuangan merupakan partai pemenang dengan raihan kursi terbanyak di DPR dengan 128 kursi dari total 577 anggota,” cetusnya.
Sugiat mengungkapkan, Ketua DPR masa bakti 2019-2024 yaitu Puan Maharani dan Presiden RI masa bakti 2019-2024 yaitu Joko Widodo (Jokowi) merupakan kader PDIP ketika itu. Dia menambahkan, sehingga secara logika dengan penguasaan dominan PDIP di eksekutif dan legislatif tidak ada kesulitan bagi partai berlambang banteng tersebut menggolkan RUU menjadi UU.
“Alasannya pada setiap prosesnya RUU tersebut bisa dihadirkan melalui usulan DPR (PDI Perjuangan) yang didukung oleh fraksi-fraksi partai koalisi pemerintah atau bisa pula dimunculkan lewat usulan pemerintah,” jelasnya.
Risalah Sidang RUU HPP
Sugiat membeberkan kembali risalah lahirnya UU HPP didasarkan pada Surat Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor PW/08529/DPR RI/VI/2021 tanggal 22 Juni 2021 yang memutuskan pembahasan RUU dilakukan bersama Komisi XI bersama pemerintah.
“Kala itu sidang pertama diputuskan dimulai tanggal 28 Juni 2021 dengan rapat kerja bersama Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang juga kader PDIP dengan agenda pembentukan Panja RUU dengan terpilihnya Dolfie Othniel menjadi ketua Panja RUU HPP,” ungkapnya.
Dia mengatakan, pada kesempatan yang sama PDIP memberikan pandangannya dengan argumentasi bahwa pembahasan RUU HPP didasari oleh kesadarakan akan pentingnya penguatan sistem perpajakan agar adil, sehat, efektif, dan akuntabel agar APBN semakin mandiri dan bertahan di tengah kondisi yang tidak pasti.
“Pada konteks ketidakpastian ini tentu berkaitan dengan kondisi ekonomi Indonesia yang kurang baik dan pertumbuhan ekonomi yang negatif sebagai dampak dari Pandemi Covid-19 yang banyak memukul ekonomi banyak negara di dunia termasuk Indonesia,” ungkapnya.
Adapun pandangan mini Fraksi Partai Gerindra di DPR waktu itu, kata dia, menegaskan bahwa RUU HPP yang akan dibahas harus memperhatikan kepentingan masyarakat bawah dan pelaku UMKM sebagai basis penguatan ekonomi kerakyatan.
Alasannya, ucap dia, tentu berkaitan dengan upaya peningkatan penerimaan pajak tidak boleh mengorbankan ekonomi rakyat kecil, namun mengedepankan pengungkapan sukarela wajib pajak mampu memfasilitasi para wajib pajak yang memiliki iktikad baik untuk patuh dan terintegrasi dalam sistem perpajakan berbasis mutual trust, sehingga berdampak signifikan terhadap penerimaan perpajakan yang berkelanjutan.
Lebih lanjut Sugiat mengatakan, pada perjalanan pengesahan RUU HPP yang diinisasi oleh PDIP tersebut didukung oleh hampir semua fraksi di DPR (di luar PKS) serta menyatakan persetujuan terhadap pengesahan menjadi undang-undang.
Bahkan, di saat pengesahan pada rapat paripurna pengambilan keputusan Ketua Panja Dolfie Othniel memberikan pidato penegasan bahwa bahwa undang-undang ini terdiri dari 9 Bab dan 19 Pasal yang mengatur secara komprehensif terkait Pajak Penghasilan (PPh) dan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen di 2022 dan 12 persen di 2025. Lebih lanjut, pengesahaan RUU HPP menjadi UU HPP yang disahkan pada 29 Oktober 2021,” pungkasnya. (dil)