Formula E Dilaporkan, KPK Jadi Juri Penegakan Hukum

INDOPOSCO.ID – Kisruh rencana pagelaran Formula E di DKI Jakarta yang akan berlangsung pada tahun 2022, berbuntut pada pelaporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terlebih, ada lima temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada ajang Formula E. Salah satunya adalah merinci pembayaran fee yang telah dilakukan Pemprov DKI terkait penyelenggaraan Formula E.
Tahun 2019, Pemprov DKI telah membayarkan fee senilai GBP 29 juta atau setara Rp360 miliar. Kemudian, pada 2020, Pemprov DKI kembali membayarkan fee senilai GBP 11 juta atau setara dengan Rp200,31 miliar.
Baca Juga : Persoalan Formula E Tidak Berdampak terhadap Elektabilitas Anies Baswedan
Saat ini, KPK sedang menindaklanjuti laporan warga ihwal ajang Formula E dengan berbasis hukum pada bukti, data yang kuat, yang dilandasi Undang-undang.
Pengamat Hukum, Emrus Sihombing meyakini KPK akan bekerja pada rel tupoksinya. KPK akan mengedepankan temuan bukti, data, dan fakta tentang pelanggaran hukum pada Formula E.
“Artinya tidak punya target seseorang, tapi berdasarkan data dan bukti yang kuat yang ditemukan atau bukti laporan dari masyarakat,” katanya saat dihubungi, Minggu (7/11/2021).
Ia menuturkan, KPK akan bekerja secara profesional tidak pandang bulu dan tidak pilih tebang terhadap pelaku. Sebab, penegakan hukum berbasis pada bukti dan persoalan pelanggaran hukum.
“KPK bekerja tanpa melihat siapa itu orangnya, tapi apa buktinya sesuai dengan tugas mereka. Saya kira KPK di bawah Firli Bahuri profesional. Tidak ada pilih tebang, mereka berbasik (berdasar) kepada persoalan hukum. Ada nggak bukti, ada nggak data,” tuturnya.
Baca Juga : KPK Minta Keterangan dan Klarifikasi terkait Formula E DKI Jakarta
Dalam duduk perkara Formula E, pihaknya melihat ada dua kemungkina yang dilakukan KPK. Pertama, pengungkapan dan penetepan tersangka akan dilakukan jika sudah memenuhi dua alat bukti yang kuat.
Kedua, jika KPK tidak mendapatkan bukti yang kuat, maka laporan dari warga akan dihentikan atau tidak ditindaklanjuti.
“Terkait Formula E ada dua kemungkinan, kalau tidak ada fakta bukti, data pasti tidak dilanjuti. Kalau ada pasti di tindaklanjuti. Tidak ada unsur subjektifitas di sana, hanya berbasis hukum,” paparnya.
Saat disinggung ihwal temuan BPK, Emrus mengungkapkan hal itu bisa jadi menjadi gerbang penyelidikan tentang kerugian negara.
Namun pihaknya berpendapat, bahwa penegakan hukum akan mantap jika pencegahan dan pemberantasan korupsi berjalan dengan baik.
“Tentu berbasis itu merupakan data dan fakta. Saya kira KPK menindaklanjuti itu. Yang namanya dugaan tidak dapat diproses selanjutnya. Tapi itu juga dasar dengan bekerja dan bergerak,” ungkapnya.
Ia menerangkan, biarkan KPK menjadi juri dan juru kunci dalam persoalan ajang Formula E. Mengingat, rencana pelaksanaan itu menjadi isu yang menarik di Ibu Kota Negara. Bahkan pada sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan akan diinterplasi akibat ajang tersebut.
“Yang penting Formula E di-clear-kan ada nggak penyimpangan atau tidak? Kalau tidak ada ya teruskan aja. Kalau ada, ya teruskan saja penindakan. Oleh karena itu serahkan kepada penegak hukum agar terang benderang,” terangnya.
Kalau memang ada pelanggaran hukum, kata dia, hal itu akan tidak baik atau berdampak buruk bagi Pemerintah Provinsi Jakarta.
Sebaliknya, jika tidak ada penyelewenagan hukum, potensi elektabilitas Anis Baswedan akan meningkatkan. Sebab, publik akan memiliki penilian tentang politik victim.
“Kalau tidak diproses ya memang tidak ada (pelanggaran hukum). Karena juri kita penegak hukum. Jadi wacana yang memojokan seseorang tidak serta merta menelan habis. Tapi masyarakat harus kritis terhadap aktor publik,” jelasnya. (son)