Film Sang Pelintas Waktu, “Sore: Istri dari Masa Depan”

INDOPOSCO.ID – Gala perdana film drama romantis berjudul “Sore: Istri dari Masa Depan” yang digelar di Jakarta pada Rabu (2/7) atau sepekan menjelang jadwal tayang resminya pada 10 Juli 2025 , mengungkap berbagai detail menarik di balik produksi film tentang sang pelintas waktu itu,
Film “Sore Istri dari Masa Depan” tidak hanya melanjutkan kisah dari serial web populer berjudul sama pada 2017, tetapi juga memperluas semestanya dengan latar tempat di Kroasia (sebelumnya Italia) dan wajah baru karakter yang diperankan aktor film drama pendek Kroasia pemenang Palme d’Or Festival Film Internasional Cannes 2024, Goran Bogdan dan Lara Nekic.
Mereka yang pernah membintangi film drama pendek berjudul “The Man Who Could Not Remain Silent” (Pria yang Tidak Bisa Tetap Diam) – judul asli “Čovjek koji nije mogao šutjeti” itu, di film “Sore: Istri dari Masa Depan” akan mengambil alih peran sebagai Karlo dan Elsa dari Samuel Oluoko dan Maria Nikolcheva (pemeran sebelumnya di serial web Sore).
Disutradarai dan ditulis oleh Yandy Laurens, versi layar lebar Sore akan kembali menampilkan aktor Dion Wiyoko untuk memerankan sebagai Jonathan.
Namun beda dari serial web-nya, aktris Sheila Dara Aisha mengambil alih peran Sore, sang pelintas waktu, dari aktris Tika Bravani.
Dion menyebut film Sore datang dengan 60 persen bagian cerita, sedangkan di serial web-nya punya komposisi sekitar 40 persen saja. Tandanya, film itu ceritanya lebih luas dan lebih kompleks, selain lebih matang dari segi usia aktor pemeran Jonathan.
Dalam delapan hingga sembilan tahun terakhir, Yandy telah menggali makna-makna baru tentang cinta setelah membangun keluarga dan memperoleh banyak pelajaran berharga.
Bagaimana seseorang dapat berupaya mendorong perubahan positif pada pasangannya dalam hidup mereka, didorong oleh kebaikan tanpa syarat.
Kisah film Sore tetap berpusat pada Jonathan, seorang fotografer yang menjalani hidup tanpa gairah di luar negeri.
Kehidupannya yang monoton seketika berubah saat Sore, seorang wanita yang mengaku sebagai istrinya dari masa depan, muncul secara misterius di depan Jonathan.
Sore mengatakan bahwa di masa depan, Jonathan akan meninggal di usia muda karena kebiasaan yang tidak sehat.
Penonton akan menyaksikan dinamika Sore setelah berjuang melintasi waktu serta menghadapi konsekuensinya, demi membawa perubahan dalam kehidupan Jonathan yang juga masih memiliki aspek-aspek yang belum terselesaikan dalam kesehariannya.
Dengan pengetahuan dari masa depan, Sore berusaha membimbing Jonathan menuju kehidupan yang lebih baik, namun tindakan mereka mengintervensi waktu memicu konsekuensi tak terduga yang menguji hubungan mereka.
Salah satu kekuatan utama yang ditonjolkan dalam “Sore: Istri dari Masa Depan” adalah komitmen Yandy Laurens untuk syuting langsung di berbagai tempat, seperti Finlandia dan Kroasia, selain Indonesia.
Berangkat dari landasan idealisme, pengambilan gambar dilakukan tanpa memanfaatkan teknologi chroma key (layar hijau/biru) atau bahkan generasi gambar berbasis akal imitasi (AI).
Yandy menjelaskan bahwa tim produksi secara khusus menghabiskan waktu selama 14 hari di atas kapal pemecah es di Finlandia, guna merekam adegan di tengah hamparan es dengan suhu mencapai minus 20 derajat Celsius.
Menurut Yandy, suasana yang ditampilkan lokasi asli dengan suhu yang ekstrem memberikan pengalaman sinematik yang tidak bisa disandingkan dengan adegan-adegan yang dibuat dengan latar belakang digital semata.
Sementara itu, kota Grožnjan di Kroasia dipilih sebagai latar kehidupan Jonathan yang membentuk esensi karakternya sebagai seorang fotografer.
Adapun adegan di Indonesia, sebuah rumah di Jakarta Utara turut dijadikan set khusus yang memberikan sentuhan akrab bagi penonton lokal.
Beruntung Yandy karena produser filmnya, Suryana Paramita, mendukung total pemilihan lokasi syuting yang asli. Karena lokasi asli dianggap memberikan kedalaman yang lebih meyakinkan.
Totalitas juga ditunjukkan oleh para aktor. Sheila Dara Aisha secara khusus sampai rela mengikuti kursus bahasa Kroasia karena syuting dan sebagian adegannya juga dilakukan di negara itu.
Tidak hanya menyesuaikan intonasi, nada, dan karakteristik suara agar sesuai dengan gambaran karakter ‘Sore’ yang diharapkan sutradara, Sheila juga menjalani latihan kebugaran untuk membentuk visi sang Sutradara terhadap Sore yang rajin berolah raga, serta esensi ceritanya mengajak orang yang dicintai agar menjalani hidup sehat.
Ada juga kesulitan tersendiri dalam menyesuaikan dengan karakter suara Sore yang lebih mendalam dan berwibawa dibanding suara asli Sheila Dara sendiri yang seperti pengerat kecil (“chipmunk”) yang melengking.
“Namun itulah pengalaman yang berharga,” ungkap Sheila, “para pemerannya juga bertumbuh menjadi aktor yang lebih baik.”
Dion Wiyoko, yang kembali memerankan Jonathan setelah delapan tahun, merasa versi film memberinya ruang lebih luas untuk mengeksplorasi sisi emosional karakternya.
Sebuah pengalaman menarik baginya ketika hasil jepretannya sebagai fotografer di film dipamerkan secara nyata dalam sebuah adegan pameran yang mendebarkan.
Tiga puluhan foto lanskap bersalju yang dipamerkan di film itu murni merupakan karya dari bakat terpendam Dion Wiyoko, sebagaimana diakui Yandy.
Musik menjadi elemen naratif yang tak terpisahkan dari film. Musisi Adhitia Sofyan, yang karyanya lekat dengan versi serial web Sore, kembali menyumbangkan dua lagu baru berjudul “Forget Jakarta” dan “Gaze” untuk versi film.
Kolaborasi menarik juga terjalin dengan grup musik Barasuara, yang berkontribusi dua lagu berjudul “Pancarona” dan “Terbuang Dalam Waktu”.
Lagu-lagu tersebut seperti menemukan nyawa saat diintegrasikan ke dalam film.
Kuncinya, menurut Gerald, ada pada proses kreatifnya bersama komponis Ovel Obaja yang tidak sekadar menggunakan lagu secara utuh, melainkan juga mengambil “serpihan-serpihan” elemen musiknya.
Elemen orkestra, gitar, vokal, dan drum dari lagu itu diintegrasikan secara strategis ke dalam adegan, menjadi komponen vital bagi narasi.
Bagi Yandy Laurens, lagu tersebut, khususnya “Terbuang Dalam Waktu”, secara sempurna merefleksikan esensi mengarungi waktu yang dihadapi karakter Sore.
Proses penemuan lagu itu juga cukup unik, terjadi ketika Yandy secara spontan memutarnya selama menyetir dan langsung terbayang konsep adegan di benaknya untuk diceritakan kepada produser Suryana Paramita setelah mobil terparkir.
Dengan perpaduan cerita yang kuat, produksi yang menantang batas, totalitas para aktor, dan kekuatan musik yang mendalam, menarik untuk melihat sanggupkah film “Sore: Istri dari Masa Depan” memikat jutaan pasang mata hingga berumur panjang di bioskop setelah tayang perdana pada Kamis (10/7) mendatang? (gin)