Adalah Sumber Kebahagiaan

INDOPOSCO.ID – Murni, sabar, dan teduh itulah hati yang Tuhan ciptakan untuk sosok yang sering aku panggil ‘mamah’. Namanya Marhamah.
Sebuah kata-kata mungkin tak akan pernah cukup jika aku mencoba untuk menyampaikan betapa berharga dan pentingnya mamah bagi kehidupanku. Kala itu, jeritan tangis dan rasa sakit membelah kesunyian malam yang dingin di ruang bersalin.
Ada sosok laki-laki berdiri tegap dengan ekspresi wajah khawatir, sambil mengeluskan dahi wanita yang dicintainya sedang berjuang mempertaruhkan hidup dan matinya. Setelah sekian lama berjuang, tangisan sakit itu akhirnya berganti menjadi tangis haru, dengan lahirnya sosok bayi perempuan yang mungil. Betul, bayi perempuan itu adalah aku.
Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara, aku memiliki abang dengan jarak umur terpaut delapan tahun. Sosok wanita hebat yang aku ceritakan di atas adalah Mamahku.
Seperti bunga yang mekar di pagi hari, kehadiran Mamah memancarkan sinar yang hangat dan juga kelembutan. Mamahku bukanlah tipe orang tua yang dengan gampang mengeskpresikan kasih sayang atau kebanggaannya terhadap anaknya, seperti orang tua di luaran sana.
Namun, dengan aksi yang ia buat dengan menopang segala kebutuhanku, itu menggambarkan betapa sayangnya ia denganku.
Perempuan kelahiran 1975 ini adalah sosok ibu dengan segudang mimpi yang ia harapkan kepada anak-anaknya. Aku ingat, saat SMK wali kelas membagikan transkrip nilai kelas sepuluh, dan ternyata aku mendapatkan peringkat satu.
Aku memberitahu Mamah bahwa aku menduduki peringkat satu di kelas, dan apa reaksi Mamahku? Seperti yang sudah aku jelaskan, bahwa Mamahku tidak pandai untuk mengeskpresikan kebanggaan dan kasih sayang kepada anak-anaknya. Mamahku hanya menanggapi dengan rasa syukur.
Ketakutan terbesar dalam hidupku, yaitu kehilangan Mamah. Bahkan saking aku takutnya kehilangan Mamah, setiap malam aku suka memastikan gerak perut Mamah bahwa ia masih bernafas. Ketakutan itu seringkali muncul, setiap aku membayangkan hidup tanpa Mamah.
Ketakutan akan kehilangan sosok Mamah dalam kehidupanku bagaikan kehilangan cahaya matahari di pagi hari, kehangatan yang mengusir dingin, dan cinta yang tak pernah berakhir.
Mamahku tidak pernah menuntut aku dengan nilai yang bagus, Mamah hanya ingin anak-anaknya selalu naik kelas, dan sukses dengan jalan yang dipilih. Aku teringat di satu momen disaat ekonomi keluarga sedang diuji, dan merupakan salah satu penyesalan terbesar di hidupku.
Saat aku kelas 12, guru BK (Bimbingan Karir) mencatat siapa saja yang ingin melanjutkan pendidikannya ke bangku kuliah. Pada saat itu, ekonomi keluargaku sedang turun, Papahku menganggur, dan Mamah hanya bekerja sebagai kuli penjahit genderan. Dengan percaya dirinya aku mengacungkan jari untuk namaku ditulis sebagai daftar siswa yang ingin lanjut kuliah.
Saat pengumuman nilai, ternyata aku mendapatkan eligible dengan kesempatan mendaftar SNMPTN dan SNMPN. Malam itu, aku mendekati Mamah dan bercerita bahwa aku ingin melanjutkan pendidikanku di bangku kuliah. Ekspresi Mamah terlihat bingung, mungkin Mamah memikirkan bagaimana untuk membiayai aku kuliah.
Sebelumnya memang Mamah pernah menyuruhku untuk kerja terlebih dahulu saat lulus sekolah, dan menabung untuk biaya kuliah. Namun, dengan keegoisan yang aku punya, aku malah mendaftar kuliah, dan tidak disangka diterima SNMPN di Politeknik Negeri Jakarta.
Aku meyakinkan Mamah kalau aku bisa kuliah gratis dengan mendaftar beasiswa KIP-Kuliah, agar mamah tidak pusing mencari dana untuk membayar uang kuliahku. Setelah melewati banyak drama, akhirnya Mamah melegowokan hatinya untuk mengizinkanku kuliah.
Dengan izin dan ridho yang Mamah berikan untukku, aku lolos mendapatkan beasiswa dan membuat Mamahku cukup lega. Mengapa bisa aku menyebut ini sebagai sebuah penyesalan terbesarku? Karena dengan berjalannya waktu, ekonomi keluargaku selalu naik dan turun, Mamah sempat bekerja sebagai pengasuh bayi, dan Papahku kerja serabutan.
Aku berpikir, mungkin jika saat itu aku tidak egois untuk kuliah dan langsung bekerja, ekonomi keluarga aku akan stabil. Dengan segala penyesalan yang aku rasakan, sosok Mamah hadir dengan meyakinkan aku bahwa semua ini memang sudah garis yang Tuhan berikan kepada kita.
Ada sebuah kalimat yang membuatku tertampar akan kenyataan bahwa Ibu mampu untuk mengandung dan membesarkan 10 orang anak, namun 10 orang anak itu belum tentu mampu untuk merawat dan menjaga seorang Ibu.
Aku memang bukanlah anak yang selalu patuh apa kata beliau, dan bahkan sering tanpa sadar aku membentak Mamah. Namun, Mamah dengan segala kelembutan hati yang ia punya, mampu memaafkan kesalahan yang telah aku perbuat kepadanya.
Dalam perjalanan hidup, setiap anak pastinya membutuhkan seseorang yang bisa mereka lihat dan ikuti jejaknya. Mamah adalah orang yang tepat untuk memerankan peran ini. Dengan segala kelembutan hati dan kebijaksanaannya, Mamah membimbing aku menjadi pribadi yang tidak gampang untuk menyerah. Sosok Mamah menjadi panutan untuk melewati lika-liku kehidupan yang aku jalani.
Kasih sayang Mamah seperti napas kehidupan yang hadir tanpa permintaan dan tanpa syarat. Mamah mengajarkan nilai-nilai baik kepada anak-anaknya, menjadi pendidik terbaik dalam kehidupan sehari-hari, dan menjadi sosok yang menjadi panutan dalam menghadapi rintangan dan kekuatan. Setiap kata yang mamah ucapkan menjadi pendorongku untuk terus maju menggapai cita-citaku.
Mamahku adalah sumber kebahagiaan yang aku miliki, tempat untuk aku pulang, dan tempat untuk aku bersandar. Mungkin, jika nanti akan ada kehidupan di dimensi yang baru, aku akan tetap memilih menjadi anak perempuan Mamah. Karena setiap menit dan detik bersama Mamah adalah anugerah yang tidak bisa ternilai oleh apapun. Aku menyayangi Mamah lebih dari aku menyayangi diriku sendiri. (srv)
Penulis :
Putri Septianingrum
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta, Jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan Program Studi Penerbitan (Jurnalistik)