Solusi Turunkan Stunting Bekali Ilmu dan Keterampilan Pada Calon Ibu

INDOPOSCO.ID – Memberikan bekal ilmu dan keterampilan bagi calon ibu sejak dini menjadi salah satu solusi menurunkan angka stunting.
Belakangan masalah stunting cukup menyita perhatian pemerintah dan berbagai lembaga lainnya. Sehingga, pemerintah menargetkan penurunannya mencapai 14 persen pada 2024 mendatang. Hal itu pun menjadi pembahasan utama pada Forum Nasional Stunting 2021 dengan tema Komitmen dan Aksi Bersama untuk Upaya Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia pada tanggal 14-15 Desember 2021, di SCB Jakarta, baik secara offline dan daring.
“Berbagai upaya terus kita lakukan dalam penanganan penurunan angka stunting. Salah satu nya membekali calon orang tua (sebelum menikah), dengan ilmu dan keterampilan,” kata Kepala BKKBN Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo Sp.OG (K), di kantornya, Selasa (14/12/2021).
Dia menggambarkan, jika semua terencana dari sejak dini, maka hal hal yang tidak diinginkan bisa diminimalis. Pasalnya, setiap anak mempunyai hak yang sama untuk mengembangkan potensi terbaik di dalam dirinya sehingga dapat mengukir masa depan yang cerah. Namun, kondisi stunting dapat menghambat anak-anak Indonesia untuk mendapatkan peluang dan kesempatan terbaik.
Baca Juga: BKKBN Sebut Angka Stunting di Sumbar Masih Cukup Tinggi
“Bagi calon-calon pengantin 3 bulan sebelum melakukan pernikahan agar mendaftarkan diri di KUA dan kita bekerjasama dengan Kementrian Agama, agar melihat data-data dari calon pengantin tersebut apakah memang sudah sehat dan memenuhi syarat kesehatannya, apakah tidak ada yang namanya kurang darah dan sebagainya. Bagi calon pengantin yang ingin melaksanakan pernikahan kalau memang belum sehat, tetap melaksanakan akad nikah tetapi jika dideteksi ternyata kurang sehat, maka diharapkan ditunda dulu kehamilannya. Harapannya begitu hamil dan melahirkan diharapkan anaknya sehat”, harapnya.
Menurut Dokter Hasto, banyak perempuan yang tidak menyadari bahwa dirinya hamil sehingga ketika datang ke dokter ternyata sudah hamil 3 bulan. Padahal masa kritis adalah saat janin usia sebelum 56 hari atau sekitar 8 minggu, karena pada masa inilah sukses tidaknya organ (organogenesis) janin tumbuh sehingga bakat bibir sumbing, cacat atau stunting bisa mulai terlihat pada masa ini. “Laki-laki juga jangan sampai tidak mengambil peran, dengan membiasakan hidup sehat 75 hari sebelum konsepsi (pertemuan sel telur dan sperma) dengan mengurangi atau berhenti merokok. Karena sperma berkualitas yang dibutuhkan untuk membuahi sel telur sudah terbentuk pada rentang waktu tersebut,” tegasnya.
Selain itu, dokter Hasto juga menyampaikan, “BKKBN telah meluncurkan program Mahasiswa Peduli Stunting atau disebut Mahasiswa Penting. Program ini merupakan bentuk pendampingan kepada keluarga berisiko stunting. Stunting ini masalah menuju Indonesia emas 2045. Maka dari itu, pihaknya menggandeng mahasiswa agar mereka ikut memberikan edukasi, terutama kepada calon pengantin, ibu hamil berisiko, dan ibu menyusui. “Kualitas sumber daya manusia (SDM) ditentukan dari 1000 hari pertama sejak kehamilan, meskipun tinggal ditempat tidak layak, tidak boleh ada stunting. Program Mahasiswa Penting akan digaungkan hingga ke seluruh perguruan tinggi, jangkauannya pun akan secara luas menyentuh masyarakat hingga pelosok tanah air”, ucap dokter Hasto.
Stunting terjadi ketika anak gagal tumbuh di 1000 hari pertama kehidupan akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Efek stunting dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan perkembangan otak anak. Hal ini menyebabkan menurunnya kapasitas intelektual yang akan berpengaruh pada produktivitas saat dewasa, serta meningkatkan risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, dan stroke. Dalam jangka panjang, kegagalan tumbuh kembang ini akan bersifat permanen jika tidak ditangani sedini mungkin.
Masalah stunting penting untuk diselesaikan, karena berpotensi mengganggu potensi sumber daya manusia dan berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak. Apalagi jika mengingat bahwa status Indonesia masih berada di urutan 4 dunia dan urutan ke-2 di Asia Tenggara terkait kasus balita Stunting. Meskipun prevalensi stunting ini sudah menurun dari 37.2% di tahun 2013 (Riskesdas) menjadi 27,67% di tahun 2019 (SSGBI), namun ini berarti masih 1 dari 4 anak balita Indonesia, atau lebih dari 8 juta anak, mengalami stunting.
Kepala Badan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menjadi Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting. Seperti konsep penta helix untuk pembangunan – kolaborasi dengan melibatkan unsur pemerintah, masyarakat atau komunitas, akademisi, pengusaha dan media juga dibutuhkan untuk menjalankan program nasional ini.
Forum Nasional Stunting dibuka dengan sambutan dari Wakil Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. (H.C.) K. H. Ma’ruf Amin. Pembicara pada hari pertama, Selasa (14/12/2021) Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Prof. Dr. Muhajir Effendy M.A.P, Menteri Dalam Negeri RI Prof. Drs. H. Muh. Tito Karnavian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas RI Ir. H. Suharso Monoarfa, M.A, Ph.D, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden RI, Dr. Ir. Suprayoga Hadi, M.S.P, dan Kepala BKKBN Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo Sp.OG (K).
Wakil Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. (H.C) K.H. Ma’ruf Amin menyampaikan dalam sambutannya. “Dengan diadakannya Forum Nasional Stunting 2021 ini, diharapkan terbangun komitmen dari seluruh pemangku kepentingan sehingga dapat terbentuk input dan rekomendasi bagi rencana aksi nasional percepatan penurunan stunting. Tema yang diambil dalam kegiatan ini harus dapat kita maknai dengan baik, sehingga dapat menjadi roh dan penyemangat kita dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting. Tema ini juga menjadi pengingat kita akan dua hal pokok berikut :
*Pertama,* percepatan penurunan stunting memerlukan komitmen yang kuat dari kita semua. Tidak hanya komitmen di tingkat pusat, upaya advokasi komitmen pemerintah daerah juga harus optimal. Hingga tahun 2021, seluruh Bupati dan Wali Kota dari 514 kabupaten/kota telah menandatangani komitmen bersama untuk melakukan percepatan penurunan stunting di daerah. Komitmen ini harus tetap dijaga dan betul-betul dibuktikan pelaksanaannya di daerah.
*Kedua,* kolaborasi kerja berbagai pihak menjadi kunci untuk memastikan konvergensi antar program hingga ke tingkat desa/kelurahan untuk menurunkan stunting. Upaya ini tidak bisa hanya dilakukan oleh satu lembaga saja, atau hanya dari unsur pemerintah pusat saja. Upaya penurunan stunting membutuhkan keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan desa/kelurahan, akademisi, media, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan mitra pembangunan. (ney)