Awas! Gangguan Kesehatan Mental Serang Anak saat Pandemi

INDOPOSCO.ID – Pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi Covid-19 meninggalkan sejumlah masalah. Plt Direktur sekolah menengah atas (SMA), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Purwadi Sutanto mengatakan, PJJ di masa pandemi dikeluhkan guru, siswa dan masyarakat.
“Ada penurunan kemampuan belajar siswa atau loss learning bahkan PJJ menambah angka putus sekolah (APS) anak,” ujar Purwadi Sutanto dalam acara daring, Rabu (21/4/2021).
Bahkan lebih jauh, dikatakan Purwadi, pembelajaran pada masa pandemi menyebabkan gangguan kesehatan mental pada anak atau stress. Tentu hal ini harus mendapatkan perhatian serius semua pihak.
“Perangkat belajar selama PJJ jadi kendala serius dan pembelajaran juga hanya bisa dilakukan di zona jaringan internet,” katanya.
Bahkan, dikatakan Purwadi, saat ini muncul fenomena orangtua enggan memasukkan anaknya ke pendidikan anak usia dini (PAUD). Hal ini disebabkan, di tingkat pendidikan tersebut tidak ada proses pembelajaran.
“Jadi di tingkat PAUD, orangtua hanya mendaftar saja. Tidak ada pembelajaran, dan orangtua dituntut mengajar sendiri. Kondisi ini diperparah di daerah, karena tingkat kesadaran orangtua yang rendah untuk menyekolahkan anaknya di PAUD,” terangnya.
Lebih jauh, ia mengungkapkan, program vaksinasi dari pemerintah menjadi terobosan mengatasi loss learning pada anak didik. Sehingga secara bertahap, pemerintah nanti akan menerapkan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. “Pada tahun ajaran baru nanti PTM terbatas sudah dimulai. Tentu dengan menerapkan protokol kesehatan (Prokes) secara ketat. Bagi orangtua yang masih khawatir dan tidak mau, maka sekolah harus memberikan pembelajaran secara daring,” ungkapnya.
Purwadi menyebut, berdasarkan hasil PISA 2000 hingga 2018 menunjukkan hasil belajar pendidikan siswa sekolah dasar dan menengah masih rendah. Dari hasil skor dan pemeringkatan PISA kompetensi membaca siswa 70 persen di bawah kompetensi minimal. Sementara kompetensi matematika 71 persen di bawah kompetensi minimal.
“Untuk Sains 60 persen di bawah kompetensi minimal. Hasil ini tentu masih rendah dan menjadi pekerjaan rumah (PR) semua pihak, baik orangtua, masyarakat dan pemerintah,” katanya.
Ia menyebutkan, masalah dasar yang mempengaruhi rendahnya hasil pendidikan di antaranya kualitas guru, infrastruktur dan tingkat kesenjangan orangtua. Tentu saja, PISA 2022 nanti, skor harus naik. Kendati, di masa pandemi, hampir semua negara khawatir ada penurunan kompetensi siswa.
“Tidak hanya di indonesia, semua negara juga khawatir. Hanya secara geografis Indonesia lebih besar menghadapi masalah. Tapi kita harus optimistis skor PISA 2022 naik,” ucapnya. (nas)