Ekonomi

Tak Naikkan Cukai Rokok, Pemerintah Dituding Kontra Produktif

INDOPOSCO.ID – Kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk tidak menaikkan cukai rokok pada 2026 tidak hanya menuai kritik dari sisi kesehatan masyarakat, tetapi juga dikhawatirkan memperlemah keuangan negara serta memperburuk kemiskinan. Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) menilai keputusan tersebut kontra produktif dan merugikan berbagai pihak.

Ketua FKBI, Tulus Abadi, menjelaskan bahwa dengan tidak adanya kenaikan cukai rokok, pemerintah pusat berpotensi kehilangan triliunan rupiah dari penerimaan cukai. Padahal, pos penerimaan ini selama bertahun-tahun menjadi salah satu kontributor terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Kalau tidak naik, penerimaan pusat pasti tergerus. Daerah juga rugi karena kehilangan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sebesar 3 persen,” kata Tulus kepada INDOPOSCO melalui gawai, Jumat (3/10/2025).

Tak hanya itu, dampak sosial-ekonomi di level rumah tangga juga menjadi sorotan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 70 persen rumah tangga miskin penerima bantuan sosial (bansos) mengalokasikan 10–11 persen pendapatannya untuk membeli rokok. Jika harga rokok tidak dikerek naik melalui cukai, maka pengeluaran rumah tangga miskin akan semakin tersedot ke konsumsi rokok.

“Itu berarti program penanggulangan kemiskinan akan semakin sulit berhasil, karena uang rakyat miskin lebih banyak habis untuk rokok daripada pangan bergizi,” tegas Tulus.

Kondisi ini, menurutnya, merupakan kontradiksi besar dalam kebijakan pemerintah. Di satu sisi, pemerintah gencar menyalurkan bantuan sosial untuk menekan angka kemiskinan. Namun di sisi lain, pemerintah justru membiarkan harga rokok tetap murah, sehingga konsumsi masyarakat miskin tidak terkendali.

Selain menurunkan penerimaan negara, kebijakan tidak menaikkan cukai juga berpotensi memperbesar beban biaya kesehatan masyarakat. Rokok menjadi faktor risiko utama berbagai penyakit mematikan, mulai dari kanker hingga penyakit jantung.

“Beban APBN untuk subsidi kesehatan akan terus membengkak jika konsumsi rokok tidak dikendalikan. Jadi, tidak menaikkan cukai adalah kerugian berlapis: bagi rakyat, daerah, dan negara,” jelas eks Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) itu.

FKBI menegaskan, pemerintah seharusnya tidak hanya fokus pada kepentingan industri, melainkan memandang cukai rokok sebagai instrumen multifungsi: pengendali konsumsi, pengurang kemiskinan, sekaligus sumber penerimaan negara.

“Kami mendesak pemerintah membatalkan kebijakan ini, menaikkan tarif cukai secara proporsional, dan mereformasi struktur cukai menjadi 3–5 layer agar lebih sederhana dan efektif. Jangan lupa, penegakan hukum atas rokok ilegal juga harus diperkuat,” tutupnya. (her)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button