Ekonomi

Surplus 5 Juta Ton, Pemerintah Genjot Intervensi Redam Gejolak Harga Beras

INDOPOSCO.ID – Di tengah sorotan publik soal harga beras yang sempat bergejolak, pemerintah memastikan situasi sebenarnya tidak seburuk yang banyak dibayangkan. Bahkan, jika menilik angka proyeksi resmi, stok beras nasional tahun 2025 menunjukkan sinyal yang cukup menggembirakan.

Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat, berdasarkan Proyeksi Neraca Pangan yang bersumber dari Kerangka Sampel Area Badan Pusat Statistik (KSA BPS), hingga September ini produksi beras diperkirakan mencapai 28,22 juta ton. Angka ini jauh melampaui kebutuhan konsumsi masyarakat sebesar 23,21 juta ton. Dengan demikian, Indonesia sebenarnya masih menyimpan surplus 5,01 juta ton.

“Sesuai data dalam Proyeksi Neraca Pangan yang telah disinergikan dengan KSA BPS, produksi beras itu 28,22 juta ton sampai September. Kemudian kebutuhan konsumsi sampai September itu 23,21 juta ton. Artinya kalau melihat produksi sampai September dibandingkan dengan kebutuhan, masih ada surplus 5 juta ton. Secara prinsip sampai September ini, relatif sangat bagus,” ujar Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas, I Gusti Ketut Astawa dalam keterangannya, Rabu (27/8/2025).

Namun, di balik catatan surplus itu, ada faktor lain yang mesti dipahami, kultur penyimpanan pangan di tingkat rumah tangga. Petani di banyak daerah Indonesia cenderung menahan sebagian hasil panennya, bukan langsung melepas ke pasar.

“Itu tercermin dalam survei kami di 2023 dan 2024 bahwa rumah tangga produsen dan konsumen menyimpan lebih dari 10 persen. Jadi ini harus diperhitungkan, sehingga memang kalau produksinya tinggi, barang itu ada, tapi kemungkinan tidak ke pasar, mereka tahan untuk jaga-jaga. Ini tentu tidak bisa dilarang karena merupakan budaya setempat,” terangnya.

Fenomena ini juga tercermin dalam Survei Stok Beras dan Jagung Akhir Tahun 2023 (SSBJAT23), yang menemukan bahwa sebagian besar ketersediaan beras nasional—sekitar 66,34 persen—berada di rumah tangga produsen dan konsumen. Sisanya tersebar di Perum Bulog (19,60 persen), pedagang (6,74 persen), horeka dan industri (3,72 persen), penggilingan (3,53 persen), serta perusahaan berbadan hukum (0,07 persen).

Sementara untuk harga beras, lanjut Ketut, sejak medio Juli 2025, pemerintah menggelar berbagai program intervensi, seperti Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dan program bantuan pangan beras. Dampaknya mulai terlihat, harga beras tidak lagi melonjak liar, bahkan cenderung tertahan.

“Memang dari sisi harga terjadi kenaikan dan ini tentu pemerintah sudah melakukan berbagai langkah. Salah satunya langkah yang pertama adalah SPHP. Di samping juga sudah melakukan bantuan pangan dalam rangka stimulus ekonomi, di mana pemerintah sudah mengeluarkan sekitar 360 ribuan ton beras bagi 18,27 juta keluarga untuk 2 bulan. Kita melihat ada perkembangan harga tatkala ada bantuan pangan memang dia flat. Ini juga membuat harganya agak fresh,” ungkap Ketut.

Catatan dari Panel Harga Pangan Bapanas pun sejalan. Pada minggu terakhir Juli, terdapat 155 kabupaten/kota dengan harga beras medium di kisaran atau bahkan di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET). Jumlah ini meningkat tajam menjadi 196 kabupaten/kota pada minggu keempat Agustus.

Adapun untuk program SPHP beras periode Juli–Desember 2025, pemerintah menargetkan distribusi 1,3 juta ton. Perum Bulog kini mampu menyalurkan lebih dari 7 ribu ton per hari, meskipun masih ada tantangan dalam memperluas jangkauan distribusi ke berbagai pasar.

“Untuk SPHP beras periode Juli-Desember dengan target 1,3 juta ton, ini memang masih perlu ada peningkatan-peningkatan. Namun hari ini Bulog sudah bisa menyebarkan sampai 7 ribu ton, bahkan di atas 7 ribu ton dalam sehari. Namun tentu kualitas penyebarannya yang harus dijaga. Artinya Bulog harus perkuat di pasar rakyat dan juga pasar modern. Harus terus dimasifkan dengan guyur ke semua lini pasar yang telah ditentukan,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menegaskan bahwa strategi intervensi akan terus diperkuat, sejalan dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.

“Sesuai arahan Bapak Presiden Prabowo, program SPHP beras akan terus digenjot hingga Desember. Semisal sebelum Desember sudah mencapai 1,3 juta ton, akan kami ajukan kembali untuk target tambahannya. Stok beras pemerintah sangat besar saat ini,” tegas Arief.

Dengan surplus produksi, pola distribusi yang kian membaik, serta intervensi harga yang berlapis, tantangan ketersediaan beras di 2025 tampaknya bisa diatasi. Yang terpenting, ke depan pemerintah harus tetap menjaga keseimbangan, antara surplus produksi, kebiasaan lokal penyimpanan pangan, dan akses masyarakat pada harga yang wajar. (her)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button