Ekonomi

Bapanas: Pembangunan Pangan Nasional Harus Berbasis Kebutuhan Nyata Pasar

INDOPOSCO.ID – Badan Pangan Nasional (Bapanas) menegaskan pembangunan pangan nasional harus berbasis kebutuhan nyata pasar. Produksi yang tidak memiliki pasar justru merugikan petani dan daerah.

Hal itu disampaikan Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dalam Pembekalan dan Pelepasan Tim Ekspedisi Patriot di Jakarta, Senin (25/8/2025).

“Ke depan, ketika membangun daerah, jangan menanam sesuatu yang tidak ada pasarnya. Potensi yang ada harus dihubungkan dengan market. Misalnya, jika potensinya padi atau jagung, maka lahan, irigasi, benih, pascapanen, penyimpanan, hingga distribusi harus disiapkan secara utuh dalam satu paket,” tegas Arief.

Ia mencontohkan keberhasilan program transmigrasi era Presiden Soeharto yang memberi lahan produktif bagi keluarga transmigran. Di Papua, komunitas transmigran kini mampu memasok pangan lokal berkat pengelolaan dua hektare lahan yang berkembang menjadi usaha berkelanjutan.

“Saya pernah menyaksikan langsung bagaimana transmigran di Timika mengembangkan pertanian lokal, dari semangka hingga sayur-mayur, yang kemudian dipasok untuk kebutuhan sekitar. Ini bukti bahwa kemandirian pangan bisa dimulai dari daerah,” ujarnya.

Arief mendorong 2.000 civitas akademika Tim Ekspedisi Patriot memetakan potensi ekonomi di 154 kawasan transmigrasi agar ketahanan pangan bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri, sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto.

“Kalau Bapak Presiden Prabowo itu selalu menyampaikan Pasal 33 UUD 1945. Jadi kalau yang menguasai hajat hidup orang banyak itu dikuasai oleh negara. Termasuk pangan strategis misalnya padi, beras, jagung, kedelai, ayam, daging, telur, bawang merah, bawang putih, semua yang dikelola oleh Badan Pangan Nasional, negara harus sangat kuat di situ,” beber Arief.

Meski sebagian besar kebutuhan pangan pokok strategis telah terpenuhi dari dalam negeri, Arief mengakui komoditas seperti daging ruminansia, gula konsumsi, bawang putih, dan kedelai masih perlu impor. Namun impor dilakukan dalam bentuk breeder agar desa bisa beternak dan menambah pendapatan.

Data BPS Februari 2024 mencatat 40,72 juta orang atau 28,64% penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Pemerintah pun wajib menjaga keberlanjutan usaha tani dengan menyerap produksi lokal.

Rasio produksi terhadap konsumsi versi Bapanas menunjukkan kelebihan produksi di beberapa komoditas: cabai rawit 172%, cabai besar 171%, bawang merah 115%, daging ayam ras 110%, jagung 106%, telur ayam ras 105%, beras 101%, dan minyak goreng 100%.

Arief menekankan pembangunan sistem pangan harus menyeluruh dari produksi hingga hilirisasi, termasuk memastikan adanya standby buyer.

“Tidak sesederhana menanam lalu ditinggal. Produksi pangan harus disiapkan lengkap dengan rantai pasok dan pengelolaan pascapanennya. Harus ada pula standby buyer setelah panen nanti,” jelasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya diversifikasi pangan. Konsumsi masyarakat masih bertumpu pada padi-padian dan minyak-lemak, sementara umbi-umbian dan kacang-kacangan kurang dimanfaatkan. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diharapkan memperbaiki pola konsumsi sekaligus membuka peluang produksi pangan lokal yang lebih variatif.

“Indonesia punya petani, pemuda, dan lahan. Tugas kita menjaga agar harga di semua rantai, dari petani, pengusaha penggiling, hingga konsumen, tetap seimbang. Dengan begitu daya beli masyarakat terjaga, petani sejahtera, dan ketahanan pangan nasional berkesinambungan,” tambahnya. (her)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button