Ekonomi

Manufaktur Indonesia Bangkit, Dampak Penurunan Tarif AS dan Kebijakan Domestik

INDOPOSCO.ID – Aktivitas manufaktur Indonesia mulai menunjukkan sinyal perbaikan pada Juli 2025. Indeks Manajer Pembelian atau Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur tercatat di angka 49,2, naik dari 46,9 pada bulan sebelumnya. Peningkatan ini terjadi seiring mulai meredanya pelemahan produksi dan permintaan baru, meskipun tekanan masih terlihat di beberapa negara kawasan.

Di tengah pemulihan ini, langkah Amerika Serikat (AS) menurunkan tarif atas sejumlah produk ekspor Indonesia menjadi angin segar bagi sektor padat karya, termasuk tekstil, alas kaki, dan furnitur. Kebijakan tersebut dinilai mampu meredakan tekanan yang selama ini membayangi industri nasional.

Pemerintah pun terus memperkuat sektor manufaktur dalam negeri. Pada semester II 2025, berbagai stimulus dari sisi suplai digulirkan, mulai dari fasilitas pembiayaan bagi industri padat karya, optimalisasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), hingga percepatan deregulasi untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif.

“Respons kebijakan terkait perdagangan global disiapkan, mengantisipasi munculnya berbagai risiko tekanan. Implementasi kebijakan yang tepat sasaran diyakini mampu menjaga stabilitas produksi, memperkuat daya saing ekspor, serta mendukung kesinambungan pemulihan dan ketahanan ekonomi nasional,” tegas Direktur Jenderal (Dirjen) Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu di Jakarta, Jumat (1/8/2025).

Dari sisi harga, inflasi nasional pada Juli 2025 tercatat sebesar 2,37% (yoy), naik dari 1,87% (yoy) pada Juni. Namun, inflasi inti justru sedikit melambat ke 2,32% (yoy), terutama karena perlambatan pada kelompok perawatan pribadi, rekreasi, dan penyediaan jasa makanan-minuman. Di sisi lain, inflasi kelompok pendidikan meningkat seiring masuknya tahun ajaran baru.

Pemerintah merespons potensi kenaikan harga pangan dengan kembali menjalankan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) sejak awal Juli. Selain itu, berbagai langkah intervensi seperti gerakan pangan murah, pengawasan distribusi, operasi pasar, hingga penguatan cadangan pangan terus dilakukan. Risiko gangguan cuaca juga tetap diantisipasi untuk mencegah gejolak harga di masa mendatang.

Dari sisi eksternal, kinerja perdagangan Indonesia masih solid. Surplus neraca perdagangan mencapai USD 4,10 miliar pada Juni 2025, menegaskan peran ekspor sebagai salah satu penopang utama perekonomian. Ke depan, peluang ekspor ke pasar AS semakin terbuka lebar setelah Presiden Donald Trump menandatangani Executive Order yang menurunkan tarif resiprokal untuk Indonesia menjadi 19%.

“Sejumlah produk bahkan dikecualikan dari kebijakan tersebut, sementara barang yang sudah dalam pengiriman sebelum kebijakan berlaku tidak terdampak,” imbuhnya.

Langkah ini diyakini membuka jalan bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya dalam rantai pasok global melalui produk bernilai tambah dan perluasan akses pasar.

“Pemerintah terus mengantisipasi dengan langkah terukur untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik. Seluruh kebijakan dirancang agar aktivitas dunia usaha nasional tetap tangguh menghadapi guncangan global, dengan daya saing ekspor yang terus meningkat, disertai daya beli masyarakat yang tetap terjaga,” tutup Febrio. (her)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button