Ekonom Nilai Pajak Tinggi Rumah Tapak Tak Hadirkan Keadilan, Ini Alasannya

INDOPOSCO.ID – Jika negara ingin menghadirkan keadilan sosial dalam kebijakan perumahan, maka instrumennya bukan hukuman, tapi empati dan keberpihakan.
Pernyataan tersebut diungkapkan Ekonom Achmad Nur Hidayat menanggapi kenaikan pajak rumah tapak melalui gawai, Sabtu (14/6/2025).
Menurut Achmad, pajak seharusnya digunakan untuk mengoreksi ketimpangan, bukan memperparahnya. “Yang harus dikenakan beban lebih adalah mereka yang memiliki banyak rumah untuk disewakan, properti menganggur yang dibiarkan kosong sebagai instrumen spekulasi, atau rumah mewah yang dijadikan portofolio investasi,” ujarnya.
Sebab, lanjut dia, merekalah yang menyumbang pada inflasi harga tanah dan kelangkaan hunian di kota besar. Sebaliknya, keluarga yang berjuang membeli rumah pertama, meski kecil dan jauh dari pusat kota, harus dilindungi dan diberi ruang tumbuh.
“Semakin banyak rakyat yang tidak sanggup lagi membeli rumah tapak, sehingga mereka terpaksa tinggal di kontrakan sempit, permukiman ilegal, atau hunian tidak permanen,” terangnya.
Di banyak negara maju, masih ujar Achmad, rumah pertama justru diberi subsidi dan insentif, bukan dihukum dengan tarif lebih tinggi.
Lebih jauh ia mengungkapkan sektor perumahan tidak berdiri sendiri. Ia terhubung dengan lebih dari seratus sektor lainnya, seperti bahan bangunan, jasa konstruksi, furnitur, transportasi, hingga jasa keuangan.
“Ketika permintaan rumah tapak menurun karena pajak dinaikkan, maka penurunan itu akan berdampak luas ke sektor riil dan lapangan kerja,” katanya.
Ia mengatakan, memperlambat pembangunan rumah tapak bisa memperkecil kontribusi sektor properti terhadap pertumbuhan ekonomi. Padahal, saat ini Indonesia masih membutuhkan stimulus dari sisi konsumsi dan investasi.
“Kebijakan yang menyempitkan akses rakyat terhadap rumah justru bisa menjadi kontraproduktif,” ucapnya.
“Jika negara ingin membangun rumah susun, bangunlah dengan skema yang kuat dan terencana. Tapi jangan menghancurkan pasar rumah tapak sebagai “imbalan”,” sambungnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah mengusulkan agar pemerintah mengenakan pajak tinggi pada pembangunan rumah tapak atau landed house. Tujuannya adalah mendorong masyarakat beralih ke hunian vertikal seperti apartemen dan rumah susun. (nas)