Ekonomi

Masyarakat Keluhkan Tarif Listrik Melonjak Usai Diskon 50 Persen, DPR Pertanyakan Transparansi Subsidi

INDOPOSCO.ID – Belakangan ramai keluhan dari masyarakat yang mengaku tagihan listrik di bulan ini melonjak, pasca-kebijakan potongan tarif listrik 50 persen bagi pelanggan daya 2.200 volt-ampere (VA) ke bawah untuk periode Januari dan Februari 2025.

Menanggapi hal itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi VI Mufti Anam meminta PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN transparan terkait kebijakan subsidi tarif listrik tersebut.

“Kenaikan tajam tagihan listrik yang dikeluhkan masyarakat pasca-berakhirnya program diskon tarif 50 persen pada Februari 2025 menimbulkan sejumlah persoalan yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan PLN,” kata Mufti melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (9/4/2025).

“Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi kebijakan tarif listrik, perlindungan konsumen, serta efektivitas komunikasi publik dari instansi terkait,” sambungnya.

Mufti memaparkan banyak juga masyarakat yang mengeluhkan ketidaksesuaian durasi diskon listrik di media sosial.

Hal ini, menurutnya, menunjukkan adanya kesenjangan antara ekspektasi masyarakat dan pelaksanaan kebijakan di lapangan.

“Pemerintah dan PLN perlu menjelaskan secara terbuka terkait mekanisme program subsidi, syarat dan durasi berlakunya, karena ada berbagai ketidakkonsistenan informasi,” jelas Mufti.

Sebagai anggota Komisi di DPR yang bermitra dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu pun menilai klaim PLN terkait kenaikan tarif listrik akibat pemakaian perlu diuji. Sebab, kata Mufti, banyak masyarakat yang menyatakan tidak ada perubahan signifikan terkait konsumsi listrik di rumahnya.

“Penjelasan dari pihak PLN bahwa lonjakan tagihan disebabkan oleh peningkatan konsumsi listrik tidak dapat dijadikan satu-satunya dasar tanpa pembuktian yang jelas dan dapat diakses publik,” ungkapnya.

“Banyak warga melaporkan tidak adanya perubahan signifikan dalam pola konsumsi mereka, bahkan dengan penggunaan listrik yang tergolong rendah,” tambahnya.

Oleh karena itu, Mufti meminta PLN untuk membuka data riil dan memberikan layanan audit pemakaian listrik secara transparan kepada pelanggan.

“Kenaikan drastis tagihan listrik, khususnya bagi golongan masyarakat kelas menengah ke bawah, jelas berdampak pada daya beli dan kondisi sosial ekonomi rumah tangga,” sebutnya.

Dalam situasi ekonomi yang kini cukup berat, terutama bagi kelas menengah, Mufti menilai ketidakpastian dan lonjakan tagihan listrik tanpa alasan yang jelas menjadi beban tambahan yang tidak kecil.

“Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebijakan subsidi dan penyesuaian tarif tidak justru memicu keresahan sosial,” tegasnya.

Di sisi lain, Mufti mengatakan perlu ada evaluasi terhadap layanan PLN Mobile. Hal ini lantaran meski aplikasi PLN Mobile disebut sebagai sarana untuk memantau penggunaan listrik, masih banyak pelanggan yang belum familiar atau tidak mendapatkan edukasi memadai terkait cara membaca dan mengevaluasi riwayat pemakaian listrik mereka.

“Ini menunjukkan digitalisasi layanan belum disertai dengan literasi digital yang merata,” ucap legislator dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur II tersebut.

Mufti pun mendesak Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh atas dampak kebijakan pencabutan diskon listrik, termasuk memastikan konsistensi informasi publik.

Mufti mengatakan, Komisi VI DPR mendorong PLN untuk mengkaji ulang sistem tarif dan pengawasan publik terhadapnya. PLN juga diminta untuk membuka forum pengaduan dan klarifikasi secara aktif untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat, serta menyediakan opsi audit pemakaian tanpa membebani pelanggan.

“Dengan kondisi seperti ini, sangat penting agar negara hadir tidak hanya dalam bentuk subsidi sesaat, tetapi melalui kebijakan energi yang berkelanjutan, transparan, dan berpihak pada rakyat, terutama kelompok rentan,” pungkas politisi dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu. (dil)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button