Hulunisasi Melihat Potensi dan Tantangan Pengembangan Budi Daya Rumput Laut Nasional

INDOPOSCO.ID – Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Hulunisasi Rumput Laut” oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI bersama Yayasan Samudera Indonesia Timur dan INDOPOSCO telah sukses diselenggarakan, Senin (3/2/2025).
Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid, di Hotel Aston Kartika Grogol, dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan pemerintah, akademisi, praktisi perikanan, serta tokoh masyarakat yang peduli terhadap pengembangan rumput laut di Indonesia.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber-narasumber terkemuka di bidangnya, antara lain Prof. Rokhmin Dahuri Anggota Komisi IV DPR RI, Nono Hartanto Direktur Rumput Laut KKP, Dr. Irzal Effendi akademisi FPIK IPB, Aji Sularso, M.MA: Praktisi Perikanan dan Prof. Dr. Charlotha Irenny Tupan, S.Pi., M.Si, akademisi peneliti karbon Universitas Pattimura Ambon.
Acara dibuka dengan sambutan Pembina Yayasan Prof. Alex Retraubun, wakil menteri era Presiden SBY tersebut menyampaikan bahwa FGD ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dan tantangan dalam pengembangan industri rumput laut di Indonesia. Juga merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat mendukung pertumbuhan sektor ini secara berkelanjutan.
Para narasumber memberikan paparan yang komprehensif mengenai berbagai aspek terkait hulunisasi rumput laut, mulai dari potensi rumput laut, peluang dan tantangan, sampai rumput laut sebagai ekonomi kerakyatan. Diskusi yang berlangsung interaktif antara peserta dan narasumber menghasilkan berbagai insights berharga yang akan menjadi masukan penting bagi perumusan kebijakan di sektor ini.
“Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan industri rumput laut, mengingat luasnya wilayah perairan dan keanekaragaman hayati laut yang dimiliki. Persoalan mendasar seperti ketersediaan bibit dan harga masih menjadi momok yang belum tuntas,” ujar Prof. Alex.
Pada kesempatan itu tantangan pengembangan industri rumput laut pun menjadi hal yang krusial dipetakan. Mengingat berbagai tantangan masih dihadapi dalam pengembangan industri rumput laut, seperti keterbatasan teknologi, infrastruktur, serta akses pasar. Untul itu dukungan kebijakan yang komprehensif dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengatasi tantangan dan mendorong pertumbuhan industri rumput laut.
“Pentingnya sinergi antara pemerintah, akademisi, pelaku industri, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem industri rumput laut yang kuat dan berdaya saing,” ucap Prof. Rokhmin Dahuri.
Menurutnya, pemerintah perlu mengembangkan budi daya rumput laut dengan strategi berbasis lingkungan, menetapkan rumput laut sebagai komoditas strategis, serta membangun pabrik pengolahan di setiap sentra produksi untuk menjaga stabilitas harga dan meningkatkan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
Menurut akademisi IPB, Dr Irzal Effendi, bisnis rumput laut sangat menguntungkan di setiap level, dari budi daya hingga industri. Dengan harga karaginan mencapai Rp27.500/kg, potensi keuntungan meningkat melalui pengolahan. Pengembangan industri dan higienisasi dapat semakin mengoptimalkan nilai ekonominya.
“Budi daya rumput laut membutuhkan lokasi yang tepat untuk mengurangi dampak musim dan penyakit. Faktor lingkungan, kualitas air, serta teknologi ramah lingkungan harus diperhatikan. Pemanfaatan IT dapat membantu memantau pertumbuhan dan faktor kematian rumput laut, sementara peran pemerintah penting dalam pemetaan dan pengembangan industri,” tambah Dr. Irzal Effendi
Sementara itu, Aji Sularso, M. MA praktisi perikanan mengatakan industri rumput laut berpotensi berkembang tidak saja untuk makanan tapi juga biofuel dan karbon kredit.
“Penguatan hilirisasi, teknologi, dan SDM dapat meningkatkan efisiensi serta pendapatan. Tantangan seperti predator ikan baronan justru bisa menjadi peluang ekonomi tambahan,” ujar Aji.
Pada kesempatan yang sama, prof. Dr. Charlotha Irenny Tupan menyampaikan tema lain, di mana lamun berperan penting dalam penyimpanan karbon, dengan distribusi di atas dan bawah substrat, termasuk daun, akar, serta sedimen.
“Penelitian tentang karbon di ekosistem lamun telah lama dilakukan, namun kini lebih dikenal karena analisisnya dalam satuan karbon. Siklus karbon dimulai dari penyerapan CO₂ melalui fotosintesis lalu tersimpan dalam biomasa, rantai makanan, dan sedimen sebagai cadangan karbon jangka panjang,” jelas Prof. Dr. Charlotha Irenny Tupan.
FGD “Hulunisasi Rumput Laut” ini diharapkan dapat menjadi momentum penting bagi pengembangan industri rumput laut di Indonesia. Rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan dari kegiatan ini akan disampaikan kepada pihak-pihak terkait untuk dapat diimplementasikan dalam upaya memajukan sektor rumput laut nasional. (*)