Tumbuh Positif, BNI Catat Laba Bersih Rp10,7 Triliun
INDOPOS.CO.ID – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mencatatkan laba bersih secara konsolidasi hingga Juni 2024 sebesar Rp10.7 triliun. Angka ini mengalami pertumbuhan 3,8 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Pencapaian laba yang baik ini didukung kinerja kredit yang mengalami akselerasi di kuartal II sehingga BNI mampu mencatatkan pertumbuhan kredit per Juni 2024 sebesar 11,7 persen secara yoy menjadi Rp727 triliun.
Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar mengatakan, akselerasi pertumbuhan kredit ini juga tidak lepas dari stabilnya perekonomian nasional di tengah kondisi global yang sangat dinamis, serta operating environment yang membaik bagi perbankan.
Terutama sejak Bank Indonesia (BI) memberikan insentif berupa pelonggaran atas kewajiban pemenuhan giro wajib minimum (GWM) dalam rupiah kepada bank yang menyalurkan kredit kepada sektor tertentu, yang berlaku sejak 1 Juni 2024.
Dengan memanfaatkan insentif ini, perbankan memperoleh tambahan likuiditas yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan penyaluran kredit kepada masyarakat. Selain itu, pemberian insentif ini juga berdampak positif pada Cost of Fund (CoF) yang mulai menunjukkan perbaikan di kuartal II tahun 2024.
Penyaluran kredit atau loan disbursement BNI selama semester I-2024 mencapai Rp171 triliun, meningkat 48 persen dibandingkan semester I-2023, yang disalurkan terutama pada korporasi blue chip, baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Adapun tiga sektor ekonomi dengan penyaluran kredit terbesar adalah perdagangan, energi dan manufaktur. Namun, secara umum BNI masih melihat loan demand yang cukup baik di seluruh sektor ekonomi.
“Ekspansi kredit kami fokuskan pada debitur top tier di masing-masing industri dan regional yang diikuti optimalisasi bisnis dari ekosistem debitur, sehingga mendorong pertumbuhan kredit di segmen lainnya, seperti consumer yang tumbuh hingga 15,1 persen secara yoy,” kata Royke, dalam Paparan Kinerja Semester I tahun 2024 di Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Direktur Finance Novita Widya Anggraini juga mengatakan hal yang sama. Menurutnya, akselerasi kredit ini dilakukan dengan tetap mengedepankan asas kehati-hatian dimana sumber pertumbuhan kredit datang dari segmen berisiko rendah, yaitu korporasi blue chip, baik swasta dan BUMN, maupun kredit consumer serta perusahaan anak.
Kredit segmen korporasi tumbuh 18,7 persen secara yoy menjadi Rp403,1 triliun yang berasal dari korporasi blue chip, baik swasta maupun BUMN. Segmen consumer tumbuh 15,1 persen secara yoy menjadi Rp132,7 triliun, yang dikontribusikan terutama dari pertumbuhan personal loan dan kredit pemilikan rumah.