Skema Power Wheeling dalam RUU EBET Dinilai Tak Relevan, Bebani Negara
INDOPOSCO.ID – Skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) menuai kritik. Sebab, hanya akan memicu kenaikan tarif listrik dan menambah beban subsidi APBN.
Power wheeling merupakan mekanisme transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara/PLN, dengan memanfaatkan jaringan transmisi/distribusi PLN.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan, Bisman Bakhtiar menganggap skema power wheeling jelas tidak bisa diterapkan dalam RUU EBET. Salah satu alasannya, berpotensi memunculkan kerugian negara.
Bahkan dinilainya penerapan skema power wheeling dalam RUU EBET, hanya akan melemahkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan membuka pintu masuk bagi oligarki.
“Pengaturan power wheeling dan RUU EBET merupakan pintu masuk, untuk kembali ke sistem pengusahaan unbundling yang akan mengarah pada privatisasi, kompetisi, dan liberalisasi ketenagalistrikan,” kata Bisman Bakhtiar dalam diskusi bertajuk “Menyoal Penerapan Skema Power Wheeling dalam RUU EBET”, Jakarta, Kamis (1/8/2024).
Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef, Abra Talattov menilai skema power wheeling dalam RUU EBET hanya sebuah jebakan. Skema tersebut tidak penting dimasukkan dalam RUU EBET, sebab power wheeling sudah ada dalam Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2015.
“Tanpa adanya insentif pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik, pemerintah sebetulnya sudah menggelar karpet merah bagi swasta untuk memperluas bauran EBT sebagaimana dijamin dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030,” ucap Abra.
Dalam RUPTL itu, target tambahan pembangkit EBT mencapai 20,9 gigawatt (GW) dengan porsi swasta mencapai 56,3 persen atau setara dengan 11,8 GW.
Artinya, dengan menjalankan RUPTL 2021-2030 secara konsisten saja, secara alami bauran pembangkit EBT hingga akhir 2030 akan mencapai 51,6 persen.
“Ide penerapan skema power wheeling menjadi tidak relevan, mengingat saat ini beban negara yang semakin berat menahan kompensasi listrik akibat kondisi oversupply listrik yang terus melonjak,” nilai Abra.
RUU EBET merupakan RUU inisiatif DPR. Sesuai Keputusan DPR Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022, RUU ini termasuk RUU prioritas, seperti tercantum Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 melalui Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022. Itu memuat berbagai ketentuan tentang energi baru dan energi baru terbarukan. (dan)