Insentif Tarif Pungutan Ekspor CPO Dorong Investasi

INDOPOSCO.ID – Insentif tarif pungutan ekspor secara progresif berdasarkan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) internasional dan rantai nilai industri sudah mendorong investasi di sektor industri hilir pengolahan minyak sawit di dalam negeri.
“Adapun tarif pungutan ekspor progresif terdiri atas tarif pungutan dana perkebunan/levy serta tarif bea keluar yang ditetapkan dinamis sesuai harga referensi bulanan,” kata Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika di Jakarta, Rabu (20/10/2021).
Menurutnya, dengan kebijakan tarif levy ditambah bea keluar yang progresif, beberapa perusahaan perkebunan yang sebelumnya hanya memiliki kebun, saat ini telah dan sedang membangun industri pengolahan minyak sawit di dalam negara.
Hal tersebut merupakan langkah Kemenperin yang dipertahankan sebagai upaya hilirisasi berbasis CPO dan crude palm kernel oil (CPKO).
Sebab, lanjut Putu, tarif pungutan ekspor untuk bahan baku CPO/CPKO jauh lebih tinggi daripada produk intermediate dan produk hilir. Upaya itu disebut sebagai insentif bagi industri pengolahan dalam negeri.
Langkah lainnya, Kemenperin juga menyiapkan kawasan industri sebagai lokus investasi baru/perluasan industri hilir kelapa sawit, mengusulkan pemberian harga khusus gas bumi untuk industri oleokimia dan memfasilitasi promosi investasi industri hilir sawit di berbagai ajang internasional seperti tahun ini di Hannover Messe, Jerman, dan Dubai Expo.
Putu menambahkan sampai saat ini, hanya produk ekspor biodiesel dari minyak sawit yang masih menghadapi hambatan trade remedies, khususnya dari Uni Eropa.
Sejak 2016, Kemenperin telah aktif dalam working group untuk menyiapkan data industri sebagai bahan litigasi sidang WTO.
Lalu, pada 2017, Kemenperin juga mengirimkan delegasi untuk mengikuti sidang dispute settlement body (DSB) terkait antidumping biodiesel dari minyak sawit di Kantor Pusat WTO, Jenewa.
“Hal tersebut menunjukkan bahwa Kemenperin sangat berkepentingan untuk menyelesaikan isu trade remedies dalam rangka mengamankan kinerja industri dan ekspor produk biodiesel dari minyak sawit dalam negeri,” tutur Putu, seperti dikutip Antara.
Sepanjang Januari-Juli 2021, total ekspor nasional mencapai USD120,58 miliar. Sementara itu, nilai ekspor kelapa sawit dan produk turunannya menembus USD19,4 miliar atau berkontribusi sebesar 16,09 persen terhadap total ekspor Indonesia itu.
Nilai ekspor kelapa sawit dan produk turunannya itu mengalami kenaikan 55,86 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020 sebesar USD12,44 miliar.
Bahkan, selama lima tahun terakhir, nilai ekspor kelapa sawit dan produk turunannya mengalami tren perkembangan yang positif sebesar 1,98 persen.
Putu mengemukakan telah banyak berkembang investasi baru atau perluasan usaha di sektor industri oleofood, oleokimia, dan biofuel.
Peningkatan investasi ini didorong oleh kebijakan kemudahan investasi (ease of doing business), kebijakan penjagaan bahan baku CPO/CPKO di dalam negeri, kebijakan harga gas industri, serta pemberian insentif perpajakan berupa tax allowance dan tax holiday.
Contoh investasi tersebut, yakni Unilever Oleochemical Indonesia (Unilever) yang berlokasi di Kawasan Industri Sei Mangkei, Sumatera Utara.
Sepanjang 2012-2020, telah melakukan investasi sebesar Rp2,5 triliun untuk pengoperasian pabrik oleokimia yang menggunakan bahan baku CPKO dari PTPN III.
“Setelah diberikan kebijakan harga gas bumi tertentu, efisiensi produksinya meningkat, sehingga Unilever berencana untuk memperluas investasi di lokasi yang sama dengan nilai Rp2,5 triliun. Jadi, pada akhir 2024, total investasi Unilever di Kawasan Industri Sei Mangkei akan mencapai lebih dari Rp5 triliun, yang menghasilkan produk personal wash untuk diekspor ke berbagai negara,” sebut Putu. (mg2)
carikan ilustrai soal ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO)