Haji Subsidi

INDOPOSCO.ID – Berhaji ternyata tidak harus bagi yang mampu. Cukup 60 persen mampu. Biaya selebihnya ditanggung oleh….bisnis perputaran uang.
Sebenarnya itulah yang membuat antrean naik haji itu menjadi sepanjang ular sejuta disambung jadi satu. Mendaftar hari ini baru bisa berangkat 15 tahun lagi. Saking banyaknya sampai kekurangan kuota lalu terjadilah transaksi kuota.
Anda masih ingat: sebelum tahun 2010 tidak pernah ada antrean. Saya pun sudah lupa: saat itu mendaftar haji baru bisa dilakukan menjelang musim haji. Waktu mendaftar harus punya uang seratus persen. Lunas.
“Akibatnya, Indonesia sering tidak bisa memenuhi kuota yang diberikan oleh pemerintah Saudi,” ujar Dr Amri Yusuf, pimpinan badan pelaksana, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Indonesia.
Saya bertemu Amri di Jakarta Inlternational Convention Center Rabu lalu. Yakni ketika sama-sama menghadiri acara Investor Daily Summit. Amri alumni jurusan akutansi Universitas Sumatera Utara (USU). Aslinya: Sigli, Aceh.
Agar bisa memenuhi kuota, muncullah ide baru. Amri tidak tahu siapa pemilik idenya. Saat itu ia masih menjabat direktur BPJS.
“Kan Pak Dahlan yang dulu angkat saya jadi direktur BPJS,” katanya. Tentu saya sudah lupa yang begitu-begitu.
Ide baru itu: mendaftar haji bisa dilakukan kapan saja. Sepanjang tahun. Tidak harus menjelang musim haji. Juga tidak harus sudah punya uang 100 persen. Anda bisa mendaftar dengan cara membayar yang muka saja.
Maksudnya, bila tiba saatnya musim haji dan kuota belum terpenuhi sudah ada pendaftarnya. Tinggal siapa yang siap membayar kekurangannya.
Uang hasil pendaftaran itu masuk ke badan pengelola keuangan haji. Diputar. Dibelikan surat berharga yang syariah dan aman. Beranak pinak.
“Termasuk diputar untuk mendanai proyek infrastruktur?”
“Tidak. Sama sekali tidak,” ujar Amri. “Tidak bisa. Tidak boleh. Tidak ada pintunya,” tambahnya.
Berarti isu yang viral di medsos kala itu hanya hoax. Tapi bisa saja terjadi Keuangan Haji beli surat berharga negara, lalu negara menggunakan uang itu untuk infrastruktur.
Lalu terjadilah awal mulai “subsidi haji” itu: tahun itu biaya hotel di Makkah dan Madinah tiba-tiba naik. Jemaah haji sudah melunasi pembayaran ONH –ongkos naik haji. Mereka tidak mau tahu: kan sudah lunas.
Kejadian seperti itu tidak pernah diantisipasi. Karena sudah dinyatakan lunas jemaah haji tidak mau bayar uang tambahan. Maka dipakailah dana hasil pemutaran uang itu untuk menutupi kekurangannya.
Lalu menjadi kebiasaan. Saat pemerintah “takut” menaikkan ONH selisih biayanya diambilkan dari keuangan haji. Pernah “subsidi” naik haji itu sampai 50 persennya.
“Pelan-pelan selisih harga itu dikurangi. Sekarang jemaah haji sudah membayar 70 persen dari biaya seharusnya,” ujar Amri.
DPR juga sudah mengamanatkan agar tiap tahun “subsidi” itu dikurangi lima persen. Berarti enam tahun lagi barulah ongkos naik haji sepenuhnya sesuai dengan biaya seharusnya.
Saya sendiri tidak tahu mana yang lebih baik: tetap boleh mendaftar kapan saja seperti berlaku sekarang dengan konsekuensi terjadi antrean sampai 15 tahun. Atau kembali ke masa sebelum tahun 2010 saat mendaftar sudah harus langsung lunas.
Badan Pengelola Keuangan Haji itu tidak di bawah Kementerian Haji. Ia independen. Dipimpin oleh tujuh orang komisioner. Ketuanya saat ini: Fadlul Imansyah.
Kami pun lantas ngobrol soal kualitas pelayanan haji terakhir kemarin. “Kacau ” ujar seorang yang duduk satu meja dengan kami. “Tidak diadakan simulasi dulu,” kata yang lain.
“Kacaunya” adalah: suami istri bisa berada di EO yang berbeda. Keluarga terpisah. Itu karena Indonesia menunjuk terlalu banyak EO haji: 15 EO. “Tahun depan Indonesia hanya menunjuk dua EO,” ujar seseorang yang kelihatannya sangat tahu soal haji.
Pemerintah Arab Saudi memang sudah “menswastakan” pelayanan haji. Sejak lima tahunan lalu. Tiap negara boleh menunjuk EO yang dikehendaki. Boleh pakai satu EO, boleh juga banyak.
Perusahaan EO itu di sana disebut: syarikah. (Dahlan Iskan)