• Redaksi
  • Iklan
  • Pedoman Media Siber
  • Standar Perlindungan Wartawan
  • Sertifikat Dewan Pers
indoposco.id
  • Home
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
    • Fotografi
    • Video
  • Disway
  • Koran
  • Indeks
No Result
Lihat Semua
  • Home
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
    • Fotografi
    • Video
  • Disway
  • Koran
  • Indeks
No Result
Lihat Semua
indoposco.id
No Result
Lihat Semua
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
  • Koran
Home Ekonomi

Gas Alam dan Dilema Transisi Energi Indonesia

Laurens Dami Editor Laurens Dami
Rabu, 17 Desember 2025 - 10:50
in Ekonomi
Pembangkit Listrik

Ilustrasi - Pembangkit listrik berbasis gas alam dengan teknologi combined cycle gas turbine menjadi andalan dalam menjaga keandalan pasokan listrik nasional sekaligus menekan emisi karbon selama masa transisi energi menuju sistem rendah karbon. Foto: Antara

Share on FacebookShare on Twitter

INDOPOSCO.ID – Di tengah euforia energi hijau, Indonesia ternyata masih membutuhkan satu “penjaga pintu” agar sistem kelistrikan tetap menyala tanpa gangguan. Gas alam, meski kerap dipandang sebagai energi lama, justru diposisikan sebagai solusi realistis dalam perjalanan menuju sistem energi rendah karbon.

Pandangan itu disampaikan Manager New and Renewable Energy (Pertamina NRE) Chandra Asmara. Ia menilai, keterbatasan energi terbarukan, baik dari sisi kapasitas maupun keandalan, membuat gas alam masih relevan sebagai jembatan transisi energi nasional.

BacaJuga:

Citilink Pastikan Kesiapan Penerbangan Jelang Lonjakan Penumpang Libur Nataru 2025/2026

Usaha Mikro Makin Berdaya, Kebijakan UMKM Mulai Berbuah Nyata

Menuju Masa Depan Rendah Karbon, Energi Terbarukan Didorong Jadi Andalan

Menurutnya, pembangkit listrik berbasis gas menawarkan kompromi yang masuk akal: emisi lebih rendah dibandingkan batu bara, namun tetap mampu menopang kebutuhan listrik nasional secara stabil. Teknologi combined cycle gas turbine menjadi salah satu contoh nyata bagaimana gas dapat menekan jejak karbon sektor ketenagalistrikan.

“Emisi CCGT berada di kisaran 350–550 gram CO₂ per kilowatt jam, atau sekitar 50–70 persen lebih rendah dibandingkan PLTU batu bara yang rata-rata menghasilkan lebih dari 1.000 gram CO₂ per kilowatt jam,” ujar Chandra dalam acara ‘EITS Discussion Series VII 2025: “Pemantik Bisnis Sektor ESDM 2026, Dari Hilirisasi Hingga Transisi’ di Jakarta, Senin (15/12/2025).

Namun keunggulan gas tidak berhenti pada angka emisi. Chandra menekankan aspek fleksibilitas operasional yang menjadi nilai tambah utama pembangkit gas. Kemampuan fast ramping membuat pembangkit gas dapat dengan cepat menyesuaikan pasokan listrik, terutama saat produksi energi surya dan angin naik-turun mengikuti cuaca.

“Faktor ini menjadikan gas sebagai penopang utama keandalan sistem kelistrikan selama periode transisi energi,” ungkapnya.

Di sisi bisnis, Pertamina NRE pun tidak tinggal diam. Perusahaan pelat merah ini tengah memperkuat portofolio gas to power sebagai bagian dari strategi pertumbuhan ganda: menjaga ketahanan energi nasional sekaligus memperluas bisnis rendah karbon.

“Salah satu proyek utamanya adalah Jawa Satu Power berkapasitas 1.760 megawatt yang terintegrasi dengan fasilitas floating storage regasification unit (FSRU) di Jawa Barat, serta sejumlah proyek pembangkit gas untuk kebutuhan industri dan captive power,” terangnya.

Meski demikian, Chandra mengingatkan bahwa gas tidak boleh menjadi ketergantungan jangka panjang. Tanpa arah kebijakan dekarbonisasi yang tegas, gas justru berisiko menghambat target Net Zero Emission 2060.

Ia menegaskan, adopsi teknologi seperti carbon capture, utilization and storage, hidrogen biru, serta biometana harus dipercepat agar gas benar-benar berfungsi sebagai energi transisi, bukan sekadar menunda peralihan ke energi bersih sepenuhnya.

Di tengah tarik-menarik antara keandalan dan keberlanjutan, gas alam tampaknya masih akan berdiri di garis depan, bukan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai penopang agar langkah Indonesia menuju masa depan energi tetap stabil dan terarah. (her)

Tags: EITSGas AlamPertamina NRETransisi Energi
Berita Sebelumnya

Gerakan “Banten Teduh, Tangerang Sejuk” Bentuk Implementasi Program “Bang Kali Andra”

Berita Berikutnya

Remitansi Produktif Baru 30 Persen, Menteri P2MI Desak Pekerja Migran Melek Finansial

Berita Terkait.

citylink
Ekonomi

Citilink Pastikan Kesiapan Penerbangan Jelang Lonjakan Penumpang Libur Nataru 2025/2026

Rabu, 17 Desember 2025 - 13:41
umkm
Ekonomi

Usaha Mikro Makin Berdaya, Kebijakan UMKM Mulai Berbuah Nyata

Rabu, 17 Desember 2025 - 13:03
Panel Surya
Ekonomi

Menuju Masa Depan Rendah Karbon, Energi Terbarukan Didorong Jadi Andalan

Rabu, 17 Desember 2025 - 12:22
Anjungan Migas
Ekonomi

Investasi Migas Digenjot, Indonesia Siapkan Tameng Hadapi Tekanan Global

Rabu, 17 Desember 2025 - 07:31
kemenkue
Ekonomi

Kemenkeu Turun Langsung Kawal Aduan Program Strategis, dari Pajak hingga Bencana

Rabu, 17 Desember 2025 - 03:14
EITS
Ekonomi

Hulu Migas di Persimpangan Transisi Energi, IPA Dorong Reformasi Kebijakan

Rabu, 17 Desember 2025 - 02:13
Berita Berikutnya
udin

Remitansi Produktif Baru 30 Persen, Menteri P2MI Desak Pekerja Migran Melek Finansial

  • Redaksi
  • Iklan
  • Pedoman Media Siber
  • Standar Perlindungan Wartawan
  • Sertifikat Dewan Pers

© - & DESIGN BY INDOPOSCO.ID.

No Result
Lihat Semua
  • Home
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
    • Fotografi
    • Video
  • Disway
  • Koran
  • Indeks

© - & DESIGN BY INDOPOSCO.ID.