INDOPOSCO.ID – Indonesia kembali menunjukkan ketahanan ekonomi yang solid menjelang akhir 2025. Di tengah dinamika global yang tidak menentu, tiga indikator utama, yakni inflasi yang terkendali, perluasan aktivitas manufaktur, dan keberlanjutan surplus perdagangan, mengirimkan sinyal bahwa fondasi ekonomi nasional semakin kuat memasuki Tahun Baru 2026.
Inflasi November 2025 tercatat sebesar 2,72 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), masih berada dalam rentang sasaran 2,5±1 persen. Tekanan harga yang mereda terutama berasal dari kelompok Volatile Food (VF) atau pangan bergejolak, yang turun menjadi 5,48 persen yoy dari 6,59 persen yoy pada Oktober. Stabilnya inflasi inti di level 2,36 persen (yoy) memperlihatkan ekspektasi harga masyarakat tetap terjaga seiring sinergi kebijakan moneter dan fiskal.
Secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi November dipengaruhi oleh kenaikan harga emas perhiasan sebesar 3,99 persen (mtm) dan tarif angkutan udara yang meningkat 6,02 persen (mtm), kondisi yang secara historis memang muncul hampir setiap November dalam lima tahun terakhir. Pemerintah merespons dengan menyiapkan program diskon tarif transportasi untuk Desember.
“Paket stimulus ekonomi berupa program diskon tarif transportasi yang akan diterapkan pada Desember depan, diharapkan dapat menurunkan kembali tarif angkutan udara. Kebijakan ini diharapkan efektif dalam menjaga daya beli masyarakat sekaligus mendorong peningkatan mobilitas,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangannya, Selasa (2/12/2025).
Dari sisi pangan, tekanan terutama datang dari naiknya harga bawang merah serta beberapa komoditas sayuran akibat curah hujan tinggi. Meski demikian, sejumlah komoditas seperti daging ayam ras, cabai merah, dan telur ayam ras mulai turun harga. Beras bahkan mengalami deflasi 0,59 persen (mtm), lebih dalam dibanding periode sebelumnya, menunjukkan efektifnya intervensi Pemerintah melalui bantuan pangan, termasuk penyaluran beras 10 kilogram dan minyak goreng bagi 18,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM) selama Oktober–November, serta program pasar murah menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional Natal dan Tahun Baru.
Kinerja eksternal pun kian kokoh. Neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2025 kembali mencatat surplus sebesar 2,39 miliar dolar Amerika Serikat (AS), memperpanjang rekor menjadi 66 bulan berturut-turut. Nilai ekspor mencapai 24,24 miliar dolar, melampaui impor sebesar 21,84 miliar dolar. Hubungan dagang dengan AS tetap positif di tengah negosiasi tarif resiprokal; surplus non-migas mencapai 1,7 miliar dolar, didorong peningkatan ekspor 4,43 persen (mtm) seiring membaiknya Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur AS.
Dari dalam negeri, momentum ekspansi sektor manufaktur semakin kuat. PMI Manufaktur Indonesia—indeks yang mengukur aktivitas operasional industri—melonjak ke level 53,3 pada November 2025 dari 51,2 di Oktober, tertinggi sejak Februari 2025. Kenaikan tersebut menandai empat bulan berturut-turut ekspansi. Permintaan domestik yang meningkat mendorong kenaikan produksi, penumpukan pekerjaan, serta perluasan tenaga kerja. Pembelian bahan baku juga meningkat, memperkuat keterkaitan ke belakang (backward linkage) sektor industri.
Optimisme pelaku usaha pun menguat menjelang libur Natal dan Tahun Baru. Pemerintah menyiapkan berbagai insentif di sisi permintaan dan penawaran untuk mendorong mobilitas masyarakat.
“Stimulus dan berbagai insentif di tengah permintaan domestik yang meningkat secara musiman menjadi pendorong tambahan. Hal ini didukung juga oleh kondisi inflasi yang terkendali dan meningkatnya daya beli masyarakat,” tambah Airlangga.
Dengan stabilnya harga, ekspansi industri, serta surplus perdagangan yang berkelanjutan, Indonesia menutup 2025 dengan fondasi ekonomi yang semakin tangguh, memberikan pijakan kuat untuk menghadapi tantangan tahun berikutnya. (her)









