INDOPOSCO.ID – Ketua Komisi III DPR Habiburohman meluruskan informasi yang beredar tentang KUHAP baru soal penyadapan. Dalam narasi yang dinilai tidak tepat tersebut, disebutkan polisi bisa menyadap secara sewenang-wenang tanpa izin pengadilan.
Kemudian dikatakan dalam narasi tersebut bahwa polisi bisa membekukan sepihak tabungan dan semua jejak online. Mengambil ponsel, laptop dan data.
Beredar juga berita hoax bahwa polisi bisa sewenang-wenang menangkap, menggeledah, melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana.
“Informasi tersebut adalah hoax atau tidak benar sama sekali,” kata Habiburohman dalam keterangannya, Selasa (18/11/2025).
Politikus Partai Gerindra ini menjelaskan sesuai Pasal 136 ayat 2 KUHAP baru disebutkan penyadapan diatur secara khusus dalam Undang-Undang (UU).
Untuk saat ini, kata dia pendapat sebagian besar fraksi di DPR bahwa penyadapan harus dilakukan sangat hati-hati dan harus izin pengadilan.
“Ketentuan tersebut akan menjadi pondasi pengaturan penyadapan di UU Penyadapan nantinya,” ungkapnya.
Kemudian untuk pemblokiran termasuk pemblokiran tabungan dan jejak online harus mendapat izin hakim. Hal ini diatur pada Pasal 140 ayat 2 KUHAP baru.
“Untuk semua bentuk penyitaan juga harus dilakukan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri. Hal ini sebagaimana diatur Pasal 44 KUHAP baru,” papar Habiburohman.
Sementara itu, terkait soal penangkapan, penahanan, penggeledahan juga dilakukan dengan sangat hati-hati dan dengan syarat yang sangat ketat.
Menurut Pasal 94 dan Pasal 99 KUHAP baru, penangkapan dilakukan dengan setidaknya dua alat bukti. Penahanan baru bisa dilakukan apabila terdakwa mengabaikan panggilan dua kali berturut-turut tanpa alasan yang sah.
Lalu memberikan informasi tidak sesuai fakta, menghambat proses pemeriksaan, berupaya melarikan diri, melakukan ulang pidana, terancam keselamatannya, mempengaruhi saksi untuk berbohong.
“Sementara penggeledahan diatur Pasal 112 KUHAP baru bisa dilakukan atas izin Ketua Pengadilan Negeri,” tegasnya.
Habiburohman mengungkapan naskah RUU KUHAP bisa dilihat di website DPR, dan rekaman pembahasan KUHAP bisa dilihat di kanal YouTube TV Parlemen.
“Jangan percaya dengan hoax, KUHAP baru harus segera disahkan mengganti KUHAP lama yang tidak adil,” tutupnya. (gin)









