INDOPOSCO.ID – Kepala Unit Pengembangan Pembelajaran dalam Jaringan Indonesia (UPPDJI) atau ICE Institute Prof Paulina Pannen menegaskan, bahwa micro-credential atau pembelajaran jangka pendek dengan pengakuan sertifikasi, kini menjadi bagian integral dari ekosistem pendidikan tinggi di Indonesia.
Kebijakan tersebut, menurutnya, diperkuat Peraturan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Permendiktisaintek) No. 39 Tahun 2025 yang menjadikan kredensial mikro sebagai salah satu bentuk pembelajaran yang diakui secara nasional. Sekaligus menandai perubahan arah pembelajaran tinggi menuju model yang lebih adaptif, inklusif, dan relevan dengan kebutuhan industri.
“Hasil pertemuan ini diharapkan menghasilkan rekomendasi kebijakan pembelajaran, panduan nasional, serta kemitraan lintas sektor yang mampu mempercepat transformasi pendidikan tinggi menuju ekosistem yang lebih inklusif, adaptif, dan kompetitif di era digital,” ujar Paulina kepada INDOPOSCO, Senin (17/11/2025).
Di tempat yang sama, Rektor Universitas Pelita Harapan (UPH) Dr. (Hon.) Jonathan L. Parapak menambahkan, UPH termasuk perguruan tinggi yang telah menjalankan pembelajaran Micro Credentials. Yang diperlukan saat ini adalah kolaborasi dan sinergi dengan kampus lain dan pihak pemerintah serta dunia industri.
Sebagai tuan rumah, menurut dia, UPH menyampaikan dukungannya terhadap penguatan ekosistem micro-credential di Indonesia. Pemanfaatan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), dinilai akan memperkuat efektivitas micro-credential dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi.
Forum ini, masih ujar dia, juga menjadi momentum bagi para pemangku kepentingan untuk memperkuat sinergi dalam mewujudkan agenda pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam kebijakan pemerintah.
“Sistem pembelajaran Micro Credential ini cukup diminati mahasiswa. Jadi kita semua perlu untuk membuka cakrawala baru dalam sistem pembelajaran masa kini seperti micro credential ini,” ujar Jonathan.
Sebelumnya, Rektor Universitas Terbuka (UT) Prof Ali Muktiyanto mengatakan, penguatan kebijakan micro-credential semakin relevan dengan implementasi Permendiktisaintek No. 39 Tahun 2025 yang mendorong pembelajaran tinggi yang fleksibel, terukur, berbasis kompetensi, dan terhubung dengan kebutuhan industri.
Sebagai Ketua Konsorsium ICE Institute, Universitas Terbuka menegaskan pentingnya implementasi micro-credential dalam praktik pendidikan tinggi. “UT bersama seluruh perguruan tinggi yang tergabung dalam Konsorsium ICE Institute, sudah mulai bergerak untuk bersama-sama meningkatkan kuantitas dan kualitas pembelajaran sistem micro credential,” kata Ali.
Diketahui, Indonesia Cyber Education Institute (ICE Institute) menyelenggarakan Policy Dialogue 2025: Embracing Digital Era with Micro-Credentials. Kegiatan ini digelar sebagai langkah strategis memperkuat ekosistem micro-credential di Indonesia, sekaligus mendorong pengakuan serta harmonisasi kebijakan di tingkat ASEAN.
Policy Dialogue 2025 juga menyoroti lima agenda transformasi utama, yakni penyelarasan kebijakan dan standar mutu micro-credential nasional–ASEAN, skema pengakuan lintas kampus dan portabilitas lintas negara, penguatan kompetensi dosen berbasis micro-credential, keterlibatan industri dalam penyusunan demand-driven curriculum, serta pengembangan model pendanaan dan beasiswa untuk memperluas akses masyarakat terhadap program micro-credential.
Perguruan tinggi dinilai perlu beradaptasi dengan dinamika akademik yang makin cepat dan kebutuhan masyarakat akan pembelajaran fleksibel. Micro-credential menjadi salah satu strategi untuk memperluas akses pendidikan tinggi bermutu bagi masyarakat, sekaligus menjawab kebutuhan bangsa akan layanan pembelajaran yang lebih inklusif dan adaptif.
Micro-credential kini menjadi salah satu terobosan pendidikan yang banyak diadopsi perguruan tinggi dan lembaga pelatihan untuk menjawab kebutuhan dunia kerja yang berubah cepat. Skema ini memberikan pengakuan kompetensi dalam bentuk sertifikat jangka pendek yang fokus pada satu keterampilan atau unit pembelajaran tertentu. (nas)









