INDOPOSCO.ID – BPJS Ketenagakerjaan menegaskan komitmennya dalam memperkuat pengendalian internal dan mencegah praktik kecurangan melalui implementasi Fraud Control System (FCS), sebuah strategi anti-fraud terintegrasi yang dirancang untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, serta integritas dalam pengelolaan dana jaminan sosial tenaga kerja.
Penguatan strategi pengendalian risiko fraud ini disampaikan oleh Dr. Agung Nugroho, S.H., M.H., Anggota Dewan Pengawas sekaligus Ketua Komite Manajemen Risiko, Investasi, dan Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan.
Langkah tersebut diambil untuk memastikan pengelolaan dana peserta berjalan sesuai prinsip kehati-hatian serta sejalan dengan regulasi nasional terkait jaminan sosial.
Sebagai badan hukum publik, BPJS Ketenagakerjaan menjalankan amanah berdasarkan UU No. 40/2004 tentang SJSN, UU No. 24/2011 tentang BPJS, dan UU No. 6/2023 tentang Cipta Kerja. Lembaga ini bertanggung jawab mengelola program JKK, JKM, JHT, JP, dan JKP bagi jutaan pekerja di Indonesia.
Seiring meningkatnya jumlah peserta dan besarnya aset yang dikelola, potensi kerawanan terhadap fraud maupun korupsi semakin kompleks. Modus penyimpangan mencakup pemalsuan dokumen klaim, penyalahgunaan sistem oleh pihak internal/eksternal, hingga penyimpangan dalam proses investasi.
“BPJS Ketenagakerjaan berkewajiban menjaga integritas pengelolaan dana peserta. Upaya pencegahan fraud menjadi salah satu pilar utama menjaga kepercayaan dan kesinambungan program jaminan sosial,” ujar Dr. Agung dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (15/11/2025).
Penguatan FCS ini merupakan implementasi dari kebijakan pemerintah dan KPK dalam mendorong lembaga publik meningkatkan sistem anti-korupsi. Upaya tersebut juga selaras dengan POJK 12/2024 mengenai penerapan strategi anti-fraud bagi lembaga keuangan.
Empat pilar utama anti-fraud – pencegahan, deteksi, investigasi, dan pemantauan – diperkuat melalui sistem pelaporan pelanggaran, unit khusus pendeteksi fraud, mekanisme investigasi yang terstandar, serta pengawasan yang terintegrasi.
BPJS Ketenagakerjaan telah menyusun dan menerapkan pedoman FCS sebagai upaya memperkuat pengendalian internal berbasis tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan (GRCC).
FCS disusun untuk menciptakan area kerja yang bebas fraud dengan mengandalkan budaya etika, disiplin, kesadaran pegawai, dan dukungan sistem pengendalian yang konsisten.
Tiga strategi utama FCS mencakup:
• Pencegahan
• Pendeteksian
• Penindakan
Selain itu, terdapat 10 atribut utama untuk memastikan sistem berjalan efektif, meliputi:
kebijakan anti-fraud, struktur pengendalian, standar perilaku, manajemen SDM, pengendalian pihak ketiga, penilaian risiko, sistem pelaporan pelanggaran, deteksi proaktif, investigasi, dan tindakan korektif.
Setiap atribut dikoordinasikan oleh unit-unit strategis seperti Tata Kelola, Human Capital, Pengadaan, Manajemen Risiko, dan SPI.
Implementasi FCS terus dievaluasi secara berkala, baik melalui self assessment maupun penilaian independen oleh BPKP.
Evaluasi dilakukan untuk meningkatkan tata kelola, mengidentifikasi risiko fraud, memperbaiki kelemahan pengendalian internal, dan mendorong peningkatan efektivitas sistem pelaporan serta investigasi.
Hasil evaluasi menghasilkan sejumlah Area of Improvement (AoI) yang menjadi fokus penanganan pada tahun 2025, antara lain:
• Peningkatan sosialisasi kebijakan anti-fraud kepada seluruh pegawai.
• Evaluasi efektivitas program sosialisasi.
• Peer review atas kinerja Unit Pengendalian Fraud.
• Sosialisasi komitmen anti-fraud melalui media informasi di kantor cabang.
• Peningkatan pelatihan pengungkapan risiko fraud.
• Penyusunan mekanisme perlindungan pelapor dan pengelola WBS.
• Penilaian risiko fraud di seluruh unit kerja, terutama yang berisiko tinggi.
• Analisis atas laporan WBS yang tidak bisa ditindaklanjuti untuk meningkatkan kualitas data risiko fraud.
Dengan penguatan FCS, BPJS Ketenagakerjaan menegaskan komitmennya untuk menjaga kepercayaan peserta sekaligus mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan sektor publik yang bebas korupsi.
“Pengendalian fraud bukan hanya kewajiban regulasi, tetapi merupakan tuntutan moral dalam pengelolaan dana publik. BPJS Ketenagakerjaan memastikan setiap lini organisasi bekerja secara transparan, akuntabel, dan profesional,” tegas Dr. Agung.
Pendekatan ini diharapkan memperkuat fondasi tata kelola BPJS Ketenagakerjaan sehingga mampu memberikan perlindungan jangka panjang bagi seluruh pekerja Indonesia. (ibs)









