INDOPOSCO.ID – Seorang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan modus kredit fiktif di salah satu bank BUMN di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) akhirnya menyerahkan diri.
“Tersangka berinisial SM,” kata Kepala Kejari Sikka Henderina Malo melalui Kepala Seksi Intel Kejari Sikka Okky Prastyo Ajie seperti dikutip Antara, Selasa (28/10/2025).
SM merupakan satu dari delapan tersangka tindak pidana korupsi yang dilakukan di tiga unit dari salah satu bank BUMN yakni unit Kewapante, Unit Nita, dan Unit Paga.
Tersangka yang sebelumnya telah ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO) merupakan seorang pekerja pada bank BUMN itu.
“Setelah penyerahan diri, tersangka SM akan menjalani proses hukum lebih lanjut, termasuk dilakukan penahanan 20 hari guna pelaksanaan proses hukum selanjutnya,” katanya.
Sementara itu, masih terdapat dua tersangka yakni ADES dan DDH yang belum menyerahkan diri. Keduanya pun telah ditetapkan dalam DPO.
“Kejaksaan Negeri Sikka berkomitmen untuk menuntaskan perkara dugaan tindak pidana korupsi ini dan melanjutkan proses hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan modus kredit fiktif atau kredit pada salah satu bank BUMN di daerah itu.
“Setelah dilakukan penetapan tersebut kepada para tersangka selanjutnya dilakukan penahanan 20 hari untuk rangkaian proses hukum selanjutnya,” kata Kepala Kejari Sikka Henderina Malo melalui Kepala Seksi Intel Kejari Sikka Okky Prastyo Ajie.
Ia menambahkan para tersangka diantaranya berinisial AVADL, MJ, YD, YS, dan YM. Tersangka YM sedang ditahan dalam perkara lain. Sementara tiga tersangka lainnya masih dalam status daftar pencarian orang (DPO) yakni ADES, DDH, dan SM.
Okky Prastyo Ajie menjelaskan tindak pidana yang dilakukan para tersangka dilakukan di tiga unit dari salah satu bank BUMN yakni unit Kewapante, Unit Nita, dan Unit Paga.
Ia juga menjelaskan beberapa modus operandi yang dilakukan para pelaku guna pencairan kredit di bank yang dilakukan selama periode 2021-2023, di antaranya memanipulasi dokumen di mana pegawai bank merekayasa dokumen pengajuan kredit dengan memanipulasi data nasabah agar memenuhi kriteria persyaratan kredit.
Selanjutnya, data nasabah yang tidak memenuhi syarat dimasukkan ke dalam sistem seolah-olah telah memenuhi kriteria, sehingga kredit dapat dicairkan.
Modus operandi selanjutnya yakni penggunaan calo di mana pihak ketiga atau calo dilibatkan untuk mendapatkan gambar usaha nasabah, menggunakan identitas nasabah, dan memfasilitasi pencairan kredit yang tidak seharusnya.
“Calo atau pegawai bank menjanjikan pencairan kredit kepada nasabah, tetapi yang diterima nasabah hanya uang duduk atau uang jasa atas penggunaan identitas mereka,” katanya.
Lebih lanjut, setelah dana kredit disetujui, dana itu tidak diberikan kepada nasabah yang mengajukan, melainkan diserahkan kepada pihak lain untuk kepentingan pribadi.
Berdasarkan hasil audit dan laporan pemantauan dari tiga unit bank dalam kasus tersebut, jumlah kerugian negara yang ditemukan bervariasi.
Satu unit bank di Unit Nita melaporkan kasus dugaan korupsi ini terjadi pada periode Mei 2021 hingga Desember 2022 dengan jumlah kerugian negara sebesar Rp1,1 miliar.
Lebih lanjut, bank Unit Kewapante melaporkan kasus dugaan korupsi ini terjadi pada periode Mei 2021 hingga Mei 2023 dengan jumlah kerugian negara sebesar Rp1,3 miliar dan bank Unit Paga melaporkan dugaan korupsi ini terjadi pada periode Januari 2023 hingga Agustus 2023 dengan jumlah kerugian negara sebesar Rp1,1 miliar.
Terhadap tersangka disangkakan oleh jaksa penyidik menggunakan primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 KUHP.
Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 KUHP.(wib)









