INDOPOSCO.ID – Menteri Kesehatan Brasil Marcelo Queiroga menyatakan negara itu berencana membatalkan kontrak 10 juta dosis vaksin Covid-19 Sputnik V milik Rusia yang kesepakatannya sudah ditandatangani pada Maret 2021 lalu. Rencana diungkapkan ketika negara Amerika Selatan itu berjuang melawan salah satu wabah terparah di dunia.
Queiroga mengatakan pembatalan itu disebabkan batas waktu yang terlewat dalam proses pendaftaran kepada regulator kesehatan Brasil Anvisa. Menkes menyatakan program vaksinasi nasional Brasil saat ini tidak membutuhkan vaksin Rusia, meskipun Anvisa mengizinkan penggunaan vaksin Sputnik V.
Kontrak untuk mengimpor 10 juta dosis vaksin ditandatangani bersama perusahaan farmasi Brasil Uniao Quimica, yang berencana memproduksi vaksin Sputnik V secara lokal. Namun dalam kontrak disebutkan penggunaan darurat tersebut harus disetujui oleh Anvisa.
Proses persetujuan terhenti karena Uniao Quimica tak menyerahkan data mengenai vaksin tersebut. 16 negara bagian Brasil sebenarnya sudah mengajukan izin untuk mengimpor vaksin Rusia yang disetujui berdasarkan sederet persyaratan yang mencakup pengujian. Namun Anvisa mengatakan hanya empat negara bagian yang menyetujui persyaratan tersebut.
Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF), yang memasarkan vaksin yang dikembangkan oleh Gamaleya Institute Moskow, dan Uniao Quimica masih belum menanggapi mengenai rencana pembatalan tersebut.
Bahkan Queiroga saat melakukan konferensi pers juga mengumumkan tentang pembatalan kontrak 20 juta dosis Covaxin buatan Bharat Biotech India senilai 316 juta dolar AS (sekitar Rp4,56 triliun).
Ia mengklaim kontrak itu batal demi hukum lantaran Anvisa tak menyetujui penggunaan vaksin tersebut. Karena Bharat Biotech memutus hubungan dengan Precisa Medicamentos, perwakilan sekaligus perantaranya di Brasil.
Sejak pandemi mulai merebak, Brasil melaporkan sedikitnya 20 juta warga negaranya terinfeksi dan lebih dari 550.000 kematian diakibatkan oleh wabah ini. Angka harian kematian baru menurun lebih dari setengah pada April lalu. Brazil mencatat jumlah kematian Covid-19 tertinggi kedua di dunia, setelah Amerika Serikat. (wib)








