INDOPOSCO.ID – Langkah maskapai Garuda Indonesia untuk mengembalikan 12 pesawat Bombardier CRJ1000 NextGen didukung dan berharap agar manajemen maskapai tersebut dapat mengelola dengan lebih baik ke depannya.
“Kita dukung penuh tekad Garuda untuk mengembalikan 12 pesawat tersebut, buat apa dipertahankan. Jadi beban yang berat untuk kita,” kata Anggota Komisi VI DPR RI Mahfudz Abdurrahman dalam rilis di Jakarta, Jumat (12/2/2021), dikutip dari Antara.
Menurutnya, Garuda Indonesia sebagai maskapai milik pemerintah harus dibenahi dan ditertibkan, supaya bisa meraih untung dan mandiri, tidak sebaliknya menjadi beban pemerintah.
Pembenahan itu, ujar dia, termasuk membenahi kontrak-kontrak pembelian dan penyewaan pesawat yang disinyalir bermasalah dan ujungnya membuat maskapai penerbangan tersebut merugi. “Ini harus dijadikan momentum untuk menertibkan semua hal yang belum beres di Garuda,” tegasnya.
Mahfudz menambahkan, Garuda Indonesia menanggung kerugian yang besar selama mengoperasikan pesawat tersebut, karena sejak 2012 Garuda menanggung rugi sebesar 30 juta dolar AS atau setara Rp419 miliar per tahun.
Ia berpendapat sejak awal pemilihan pesawat tersebut dinilai tidak tepat karena karakteristik pesawat tersebut tidak cocok di Indonesia.
“Landasan bandara kita pendek, belum lagi kapasitas bagasi pesawat tersebut kecil dan biaya perawatan yang mahal. Kita tidak paham, kenapa Direksi Garuda pada masa itu memilih pesawat ini. Salah pilih yang bikin Garuda menanggung perih,” ucapnya..
Terkait dengan ancaman gugatan dari Nordic Aviation Capital kepada Garuda, secara tegas Mahfudz Abdurrahman menyampaikan agar pihak maskapai penerbangan nasional itu jangan takut.
Sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan bahwa manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk memutuskan untuk mengakhiri kontrak sewa dan mengembalikan 12 pesawat Bombardier CRJ 1000 kepada Nordic Aviation Capital (NAC) yang akan jatuh tempo pada 2027.
“Kita memutuskan untuk mengembalikan 12 pesawat Bombardier CRJ 1.000 untuk mengakhiri kontrak kepada NAC. Tentu keputusan ini ada landasannya, kita tahu bagaimana kami mempertimbangkan tata kelola perusahaan yang baik transparan akuntanbilitas dan profesional,” ujar Menteri Erick dalam konferensi daring di Jakarta, Rabu (10/2/2021).
Ia menyampaikan keputusan itu juga melihat dari keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia dan juga penyelidikan Serious Fraud Office (SFO) Inggris terhadap indikasi pidana suap dari pihak pabrikan kepada oknum pimpinan Garuda saat proses pengadaan pesawat tahun 2011 lalu.
Selain itu, lanjut Menteri Erick, keputusan mengakhiri kontrak sewa pesawat itu juga untuk efisiensi biaya.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan perseroan memiliki 18 pesawat Bombardier, sebanyak 12 pesawat sewa dari NAC dengan skema operating lease hingga 2027.
“Apabila kita terminasi sampai akhir masa kontrak (2027) kita akan saving lebih dari 220 juta dolar AS. Ini sebuah upaya untuk mengurangi kerugian untuk penggunaan pesawat ini di Garuda Indonesia,” katanya.
Sedangkan enam pesawat Bombardier lainnya, lanjut dia, menggunakan skema financial lease dari penyedia financial lease Export Development Canada (EDC) dengan masa sewa sampai 2024, juga sedang melakukan pembicaraan terkait kelanjutan kontrak sewa pesawat. (arm)








