Dibayar Rp 3 Juta, Oknum Imigrasi Bekingi WN Rusia Peras Turis di Bali

INDOPOSCO.ID – Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Bali, Kombes Pol Aria Sandy, menegaskan bahwa pengungkapan kasus dugaan pemerasan dan penganiayaan terhadap turis asing yang melibatkan dua oknum Imigrasi dan dua WN Rusia akan diusut tuntas.
Motif utama para pelaku disinyalir kuat dipicu faktor ekonomi.
“Motifnya ekonomi, ini sedang kami dalami. Tapi kami tegaskan, proses hukum tidak akan berhenti di level bawah. Bila ada keterlibatan lain, akan kami ungkap,” kata kepada INDOPOSCO pada Sabtu (2/8/2025).
Ia juga menyampaikan, indikasi adanya praktik mafia hukum sejauh ini belum mengarah pada sistem yang terstruktur.
“Baru sebatas ulah oknum di lapangan. Tapi kami tidak akan ragu menindak siapa pun yang bermain,” ujarnya.
Menurutnya, komitmen kepolisian dalam menjaga Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Harkamtibmas)
khususnya di kawasan wisata internasional seperti Bali, tidak bisa ditawar.
“Ini soal wajah bangsa di mata dunia. Citra pariwisata Bali tidak boleh dikotori oleh perilaku kriminal segelintir oknum,” tegasnya.
Sebelumnya, Polda Bali menangkap dua oknum Imigrasi Ernest Ezmail (24) dan Yopita Barinda Putri (23) yang diduga menjadi beking dua WN Rusia dalam sindikat pemerasan terhadap wisatawan asing.
“Mereka diduga menjalankan aksi dengan berpura-pura melakukan razia orang asing,” kata Kapolda Bali Irjen Daniel Adityajaya.
Dari hasil investigasi digital, polisi menemukan jejak 27 Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang tersebar di Canggu, Tibubeneng, Legian, Kuta (Kabupaten Badung), serta sejumlah titik di Kota Denpasar.
“Para pelaku telah beraksi sejak Januari hingga Juli 2025,” jelasnya.
Salah satu WN Rusia, GG, mengaku melibatkan petugas Imigrasi untuk mencari WNA yang disebut berutang padanya hingga Rp2,3 miliar.
Imbalannya, Rp3 juta untuk operasional dan janji pembagian hasil. Ernest kemudian mengajak Yopita dan dua WN Rusia lain, Iurii Vitchenko serta Ilia Shkutov, menyusun aksi.
Kepala Kanwil Imigrasi Bali, Parlindungan, memilih irit bicara. Ia enggan menyebut jabatan atau masa kerja dua pegawai yang kini menjadi tersangka. Meski begitu, ia memastikan sanksi etik akan dijatuhkan.
“Pasti ada sidang kode etik. Sanksinya sangat berat. Dimungkinkan seperti itu (pemecatan),” ucap Parlindungan. (fer)