Peradi Kerawang Pertanyakan Penetapan Tersangka Kasus Petrogas Persada

INDOPOSCO.ID – Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kabupaten Karawang, Jabar mempertanyakan proses pemeriksaan hingga penetapan tersangka mantan Direktur Utama Perusahaan Daerah Petrogas Persada Karawang Giovanni Bintang Raharjo dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan laporan keuangan perusahaan.
“Ada hal yang menjadi sorotan terhadap Kejari (Kejaksaan Negeri) Karawang dalam proses pemeriksaan, penetapan tersangka hingga penangkapan dalam kasus dugaan korupsi di Petrogas Persada,” kata Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Karawang, Asep Agustian SH MH di Karawang, dilansir Antara, Jumat (20/6/2025).
Di antara yang menjadi sorotan ialah, dalam proses pemeriksaan kasus tersebut, Giovanni yang kemudian ditetapkan tersangka hingga akhirnya ditangkap oleh Kejari Karawang, sepertinya tidak didampingi pengacara atau penasihat hukum. Itu sesuai dengan pengamatan dari sejumlah pemberitaan di media massa.
Ia menyampaikan, setiap tersangka dalam proses hukum pidana memiliki hak untuk didampingi oleh pengacara sejak awal pemeriksaan, termasuk pada tahap penyidikan, penuntutan, dan persidangan.
Hal tersebut dinilai sudah menjadi keharusan, karena dijamin oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dengan tujuan untuk melindungi hak-hak tersangka serta memastikan proses hukum berlangsung dengan adil.
Pasal 54 KUHAP secara tegas menyatakan, tersangka memiliki hak untuk didampingi oleh pengacara dalam proses hukum yang sedang berjalan. Tujuan dari ketentuan ini adalah untuk memastikan bahwa tersangka atau terdakwa memiliki pembelaan yang memadai dan hak-haknya terpenuhi selama proses hukum.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jika ternyata dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di tubuh Perusahaan Daerah Petrogas Persada ternyata Giovanni tidak didampingi pengacara, maka pemeriksaan dan penetapan tersangka yang dilakukan oleh Kejari Karawang itu tidak sah atau batal demo hukum.
Menurut dia, pasal 54 KUHAP menjamin hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum, terutama jika mereka menghadapi ancaman pidana lima tahun atau lebih. Sedangkan jika tersangka tidak mampu atau tidak memiliki pengacara sendiri, maka pihak Kejari harus menyiapkan pengacara.
Sementara itu, Kejari Karawang Rabu (18/6) malam menangkap mantan Direktur Utama Perusahaan Daerah Petrogas Persada Karawang Giovanni Bintang Raharjo terkait kasus dugaan penyimpangan laporan keuangan yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp7,1 miliar.
Perusahaan Daerah Petrogas Persada Karawang merupakan salah satu badan usaha milik daerah (BUMD) yang bergerak di sektor hilir migas. Perusahaan itu dibentuk dan didirikan berdasarkan Peraturan Daerah Karawang Nomor 12 Tahun 2003.
Kepala Kejari Karawang Syaifullah menyampaikan penangkapan Giovanni dilakukan setelah penyidik menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka kasus penyimpangan laporan keuangan perusahaan periode 2019–2024.
“Setelah hasil serangkaian penyelidikan dan pemeriksaan terhadap 20 saksi, kami menetapkan saudara GBR (Giovanni Bintang Raharjo) sebagai tersangka tindak pidana korupsi di PD Petrogas Persada Karawang,” katanya.
Giovanni diduga telah menyalahgunakan wewenang serta menarik dana perusahaan tanpa dasar hukum dan pertanggungjawaban yang sah.
“Seluruh aktivitas keuangan perusahaan tidak dijalankan sesuai aturan yang berlaku. Dana sekitar Rp 7,1 miliar ditarik dan digunakan secara tidak sah oleh yang bersangkutan,” kata Syaifullah.
Giovanni ini telah menjadi top manajemen di perusahaan daerah itu sejak kepemimpinan Bupati Karawang Ade Swara, yang kemudian bertahan hingga kepemimpinan Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana.
Catatan Kejari Karawang, Giovanni pernah menjabat Pelaksana Tugas Direktur Utama Petrogas pada tahun 2012–2014, kemudian diangkat menjadi direktur utama periode 2014–2019. Dia kembali ditunjuk sebagai Penjabat Sementara Direktur Utama Petrogas pada tahun 2019 hingga sekarang.
Dari hasil penyidikan, terungkap bahwa tersangka Giovanni telah melakukan penarikan dana dari rekening perusahaan secara tidak sah sejak tahun 2019 hingga 2024, dengan total nilai mencapai Rp7.115.224.363.
Penarikan dana tersebut dilakukan tanpa dasar hukum dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara administratif maupun keuangan.
“Perbuatan tersangka menimbulkan kerugian negara sebesar Rp7,1 miliar,” katanya.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (primer) serta Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) undang-undang yang sama (subsider). (dam)