Nusantara

Interval Vaksin Jadi 28 Hari, Ini Imbauan Ridwan Kamil kepada Masyarakat

INDOPOSCO.ID – Interval waktu pemberian vaksin Sinovac yang sebelumnya hanya 14 hari kini berubah menjadi 28 hari. Perubahan masa interval vaksin Sinovac tertuang dalam Surat Edaran Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/I/653/2021 terkait Optimalisasi Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19. Perubahan ini menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.

Karena itu, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengimbau agar warga Jabar yang telah menerima vaksin Covid-19 dosis pertama tidak bingung perihal interval vaksin yang diperpanjang 28 hari. Ridwan Kamil mengatakan, pemerintah pasti telah mengukur tiap keputusan dalam penanganan pandemi Covid-19 ini.

Diketahui, pemberian vaksin Sinovac dosis kedua pada usia 18-59 tahun sebelumnya ditetapkan 0-14 hari. Namun, kini interval waktu pemberian vaksin corona pada usia 18-59 tahun diperpanjang, sama dengan lansia yakni 28 hari atau empat minggu.

“Itu pasti keputusan medis. Ikuti saja sesuai panggilan. Merek vaksin beda-beda. Tumbuhnya antibody juga pasti berbeda-beda. Ada yang tumbuh 14 hari sudah ada, ada yang tumbuhnya 28 hari, juga ada,” kata Ridwan Kamil yang biasa disapa Kang Emil, di Bandung, Selasa (23/3/2021).

Menurut Kang Emil, keputusan mengubah jadwal pemberian vaksin sudah melalui berbagai pertimbangan medis.

“Jadi, revisi-revisi itu warga jangan bingung, keputusan perubahan itu sudah dipikirkan,” ungkapnya.

Ia mencontohkan, instruksi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seseorang bisa disuntik hingga tiga kali untuk jenis vaksin tertentu. Suntik ketiga itu kemudian dinamakan booster.

“Jadi, dua kali disuntik supaya antibodinya terbentuk. Supaya lebih panjang (kekuatan antibodi), ada suntikan ketiga satu tahun setelahnya,” ujarnya.

Emil menyatakan bahwa instruksi tersebut masih bersifat wacana. Namun, ia meminta agar masyarakat tidak terkejut dengan perubahan vaksinasi yang ada.

“Ini kan baru wacana, di dunia ada teori begitu. Jangan kaget kalau ada perubahan. Karena yang penting divaksinnya. Tidak mungkin pemerintah memutuskan hal yang tidak ilmiah,” katanya. (dam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button