Nusantara

Pembangunan Bandara Bali Utara Harus Manfaat untuk Jangka Panjang

INDOPOSCO.ID – Rencana pembangunan Bandar Udara Bali Utara, Buleleng telah masuk Program Strategis Nasional (PSN) 2021.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Barisan Penegak Trisakti Bela Bangsa (Banteng Indonesia), I Ketut Guna Artha berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang telah memberi perhatian terhadap Bali. Harapannya, pembangunan Bandara Bali Utara harus berorientasi kesejahteraan rakyat.

“Setiap pembangunan seharusnya berdampak untuk jangka panjang. Bukan lagi berorientasi sekadar ada proyek yang mengabaikan kepentingan stategis, ekonomi dan kesejahteraan berjangka panjang dan menyeluruh,” ujarnya kepada media, Kamis (18/3/2021).

Sebagai putra asli Buleleng, sudah pasti ia mendukung pembangunan Bandara Bali Utara dan infrastruktur pendukungnya. Namun penentuan lokasinya tidak mengabaikan kajian teknis/nonteknis, studi kelayakan, studi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) termasuk konservasi alam, rencana tata ruang wilayah (RTRW), zonasi wilayah Bali sebagai satu kesatuan pulau.

“Untuk itu saya berharap pemerintah pusat mempertimbangkan studi kelayakan dan amdal serta nilai manfaatnya untuk putuskan lokasinya” katanya.

Peta Bali menunjukkan dua opsi lokasi rencana proyek pembangunan Bandara Bali Utara, yakni Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan (dekat proyek sedang dibangun Bendungan Tamblang) dan Desa Sumber Klampok, Kecamatan Gerokgak (dekat pelabuhan Gilimanuk dan Taman Nasional Bali Barat).

“Saya pikir perlu dijadikan pengalaman ‘kegagalan’ telah membangun Bandara Wisnu di Desa Sumberkima, Gerokgak yang tidak aman sekelas Cessna apalagi untuk Airbus atau Boeing,” tuturnya.

Jika Bandara Bali Utara dibangun di ujung Barat pulau Bali, ia memprediksi beberapa hal. Pertama tidak akan ekonomis bagi operator penerbangan, karena untuk target penumpang domestik sudah pasti tidak mengcover Buleleng Timur, Amlapura, Karangasem dan Bangli.

Kedua, tidak memberi multiflier effect bagi masyarakat Bali secara menyeluruh, karena lokasi secara geografis tidak di tengah wilayah Buleleng. Ketiga, cepat atau lambat akan merusak Taman Nasional Bali Barat dan mempercepat kepunahan satwa langka Jalak Bali.

Keempat, kurang aman untuk manuver landing/take off mengingat jarak antara pegunungan dan pantai yang sangat dekat. Belum lagi hanya berjarak 30 kilometer dengan Bandara Banyuwangi.

Jika masalahnya adalah urusan pembebasan tanah, kemudian muncul opsi baru lokasinya di ujung barat pulau Bali yang nilai manfaatnya tidak optimal untuk Bali secara menyeluruh, bukankah negara dengan dilindungi konstitusi Pasal 33 UUD 1945 bisa ‘ambil’ jika untuk kepentingan rakyat?.

Untuk pembebasan lahan, seharusnya negara lebih mudah menyelesaikan permasalahan perdata melawan korporasi dibanding ‘melawan rakyat’. Tanah Kubutambahan milik adat yang terikat kontrak dengan perusahaan (pihak ketiga).

Jika pemerintah Buleleng dan Bali benar-benar ingin menjadikan kehadiran pembangunan Bandara Bali Utara memberi manfaat optimal dan jangka panjang untuk Bali, maka harus berani putuskan lokasi Kubutambahan-lah yang paling ideal. Dengan catatan, pelepasan lahan adat tersebut dijadikan penyertaan modal dalam bentuk saham konsorsium pembangunan bandara. (arm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button