Komisi X Kritik Anggaran PTKL Besar Tapi Tak Memacu Mutu, Dorong Kesetaraan dengan PTN dan PTS

INDOPOSCO.ID – Anggota Komisi X DPR RI, Mercy Chriesty Barends, menyoroti rendahnya kualitas Perguruan Tinggi Kementerian/Lembaga (PTKL) meski mendapat anggaran sangat besar dari APBN.
“Evaluasi kami menunjukkan, akreditasi PTKL rata-rata masih di level Baik. Yang Unggul hanya sedikit sekali, padahal anggaran mereka sangat besar. Ini membuat PTKL cenderung ‘business as usual’, tidak terpacu meningkatkan mutu karena merasa setiap tahun pasti mendapat dana,” jelasnya kepada wartawan di Medan, Sumatera Utara, dikutip dari laman DPR RI, Jumat (12/9/2025).
Mercy menekankan perlunya satu payung regulasi yang mendorong persaingan sehat antar perguruan tinggi. “Kalau semua diperlakukan setara, akan tercipta kompetisi meritokrasi. Tidak ada lagi yang merasa diistimewakan hanya karena statusnya PTKL,” ujarnya.
Selain itu, Mercy menyoroti kualitas SDM dosen di PTKL. “Jumlah profesor dan doktor masih sangat kecil, sekitar 0,7 persen. Padahal kualitas tenaga pengajar adalah kunci mutu pendidikan. Kalau PTKL terus bergantung pada dana tanpa dorongan kualitas, mereka tidak akan bisa menghasilkan SDM unggul,” katanya.
Ia pun menegaskan pentingnya Panitia Kerja Panja) PTKL dalam memperjuangkan kesetaraan dengan perguruan tinggi negeri (PTN), perguruan tinggi swasta (PTS).
Menurut Mercy, Panja PTKL hadir bukan untuk memisahkan, melainkan menyatukan format standardisasi pendidikan tinggi agar seluruh mahasiswa Indonesia memperoleh akses yang setara. Namun, ia menyoroti masih adanya disparitas perlakuan negara terhadap PTN, PTS, dan PTKL, mulai dari tunjangan, bantuan operasional, hingga tarif Uang Kuliah Tunggal (UKT).
“Seluruh persyaratan akreditasi diberlakukan sama, baik PTN, PTS maupun PTKL. Tapi dalam implementasinya, negara hadir dengan perlakuan berbeda. Dari sisi tunjangan, bantuan operasional, hingga tarif UKT, terjadi ketimpangan yang sangat nyata,” ujarnya.
Politisi PDI Perjuangan ini mencontohkan, pada program studi pertanian, mahasiswa di PTS maupun PTN rata-rata membayar UKT sebesar Rp3–4 juta per semester, sementara di kampus PTKL bisa mencapai Rp20–30 juta. “Ini pemberlakuan yang tidak adil, padahal sama-sama mengakses dana negara,” tegasnya.
Lebih lanjut, Mercy menyoroti persoalan pendanaan yang semakin memperlebar kesenjangan kualitas pendidikan tinggi. Ia menilai PTN mendapat dana BOS dan PTKL tiap tahun dijamin anggarannya, sementara PTS hanya bergantung pada iuran mahasiswa. Padahal, jumlah PTS jauh lebih besar dan menampung jutaan mahasiswa di Indonesia.
“Sayangnya, PTS belum mendapat dana operasional yang memadai. Karena itu, kami mengusulkan adanya skema Bantuan Operasional PTS agar ada keseimbangan dengan PTN dan PTKL,” tambahnya.
Data LLDIKTI Wilayah I Sumatera Utara mencatat terdapat 189 PTS dengan 1.253 program studi, jauh lebih banyak dibandingkan PTN maupun PTKL. Karena itu, Mercy menegaskan perlunya satu format regulasi di bawah payung Kemendiktisaintek agar semua perguruan tinggi dapat bersaing sehat dan menghasilkan SDM unggul yang merata.
“Usulan ini bukan hanya untuk Sumut, tapi untuk Indonesia Raya. Mahasiswa PTS juga berhak atas akses pendidikan yang layak tanpa dibebani biaya berlebih,” pungkas Mercy. (dil)