Nasional

Bedah Robotik, Inovasi yang Menghadirkan Presisi dan Harapan

INDOPOSCO.ID – Dunia medis terus bertransformasi dengan hadirnya teknologi bedah robotik yang kini mulai tersedia di Indonesia. Inovasi ini menghadirkan cara baru dalam menangani berbagai penyakit, khususnya di bidang urologi, dengan tingkat presisi yang sebelumnya sulit dicapai melalui metode konvensional.

Dokter spesialis urologi, Prof. dr. Agus Rizal Ardy Hariandy Hamid, SpU(K), FICRS, PhD menjelaskan, operasi robotik telah menjadi standar emas di dunia dalam lebih dari 15 tahun terakhir, terutama untuk penanganan kanker prostat. Menurutnya, teknologi ini membawa lompatan besar dalam kualitas hasil operasi sekaligus meningkatkan kenyamanan pasien.

“Robotik memungkinkan pemotongan jaringan dilakukan sedikit demi sedikit dengan presisi tinggi, sehingga risiko komplikasi sangat minimal. Bahkan, dalam kasus kanker prostat, inkontinensia atau ngompol sebagai efek pascaoperasi, dapat pulih lebih cepat,” ujar Prof. Agus Rizal di Jakarta, Senin (8/9/2025).

Dibandingkan dengan bedah terbuka atau laparoskopi, teknologi robotik menghadirkan banyak kelebihan. Sayatan operasi jauh lebih kecil, rasa nyeri pascaoperasi berkurang, dan lama rawat inap menjadi lebih singkat. Dalam banyak kasus, pasien sudah bisa kembali pulang hanya dua hingga tiga hari setelah tindakan.

Robot juga menawarkan keunggulan yang tidak dimiliki tangan manusia, yakni stabilitas sempurna. Tremor atau getaran tangan yang biasa terjadi pada dokter bisa sepenuhnya dieliminasi, sehingga prosedur lebih aman. Dengan kemampuan ini, dokter dapat memisahkan jaringan saraf dengan sangat hati-hati.

“Angka gangguan fungsi seksual seperti disfungsi ereksi jauh lebih rendah dengan teknik robotik dibanding metode lain. Ini menjadi pertimbangan besar bagi pasien kanker prostat yang ingin tetap menjaga kualitas hidupnya setelah operasi,” jelasnya.

Meskipun banyak digunakan pada urologi, teknologi bedah robotik juga memiliki aplikasi luas di bidang medis lain. Operasi pada organ dalam rongga tubuh, mulai dari saluran cerna, kantung empedu, paru-paru, hingga jantung kini dapat dilakukan dengan bantuan robot. Bahkan, pengembangan terbaru mengarah pada transplantasi ginjal dengan metode ini.

Prof. Agus Rizal mengakui bahwa sebagian besar kasus yang ia tangani berfokus pada kanker prostat dan tumor ginjal. Namun, teknologi generasi baru seperti Da Vinci Xi membuat prosedur semakin fleksibel, bahkan pada pasien dengan kondisi medis penyerta yang rumit.

“Dulu, teknologi robotik generasi awal mengharuskan posisi kepala pasien lebih menukik, sehingga pasien dengan gangguan paru berat tidak dapat menjalani prosedur ini. Tapi kini, dengan sistem Da Vinci Xi, posisi pasien tidak perlu terlalu ekstrem,” katanya.

“Hal ini membuat prosedur lebih fleksibel, bahkan bagi pasien dengan penyakit penyerta (komorbid). Meski demikian, tentu evaluasi kondisi pasien secara menyeluruh pada fase pre-operasi tetap harus dilakukan dengan sangat baik,” lanjutnya.

Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pengembangan layanan bedah robotik di kawasan Asia. Namun, menurut Prof. Agus Rizal, hal ini hanya dapat tercapai melalui edukasi publik, pelatihan tenaga medis, serta dukungan kolaboratif antara pemerintah dan sektor swasta.

“Banyak pasien Indonesia yang terpaksa harus ke luar negeri untuk menjalani operasi robotik. Tapi sekarang, dengan kerja sama dari berbagai pihak, seperti pemerintah, swasta, dan dokter, dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan, teknologi ini bisa berkembang pesat di negeri sendiri,” tambahnya.

Teknologi robotik hadir bukan sekadar sebagai inovasi medis, melainkan sebagai jalan baru untuk memberikan harapan, kualitas hidup, dan pilihan yang lebih manusiawi bagi pasien. (her)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button