Baleg DPR: RUU PPRT Harus Mudahkan Akses Jaminan Sosial untuk PRT

INDOPOSCO.ID – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Selly Andriany Gantina, menegaskan pentingnya kejelasan aturan mengenai jaminan sosial bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT (RUU PPRT). Hal ini ia sampaikan dalam Rapat Dengan Pendapat/Umum (RDP/RDPU) BALEG DPR RI bersama Kementerian Sosial, BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan, di Gedung DPR RI, Senayan, Senin (8/9/2025).
Selly menyoroti dua pasal utama, yakni Pasal 15 dan 16, yang mengatur mengenai jaminan sosial kesehatan yang ditanggung pemerintah pusat serta jaminan sosial ketenagakerjaan yang ditanggung sesuai kesepakatan kerja. Ia mempertanyakan apakah pengaturan tersebut sudah cukup memadai.
“Dengan dua pasal tadi apakah menurut Bapak-Bapak sekalian ini sudah sesuai atau belum? Karena menurut hemat kami, kita mengundang Bapak-Bapak sekalian menyangkut dua pasal itu, bukan kaitan dengan hal lain,” tegas Selly.
Lebih lanjut, ia menyinggung persoalan data penerima bantuan sosial yang hingga kini masih tumpang tindih. Menurutnya, banyak PRT di dalam negeri yang belum mendapatkan akses bantuan setara dengan pekerja migran di luar negeri.
“Kalau pekerja migran yang kategorinya pekerja domestik di luar negeri bisa mendapat bantuan dari Kemensos, seharusnya PRT di Indonesia juga mendapatkan hak yang sama. Tidak boleh ada pembedaan,” jelasnya.
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menekankan pentingnya mekanisme pengawasan dan teknis pencairan jaminan sosial bagi PRT, mengingat banyak di antara mereka memiliki keterbatasan dalam mengakses layanan tersebut.
Ia menambahkan, masih banyak PRT yang tidak terdaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dengan hadirnya RUU PPRT ini, Selly berharap perlindungan bagi PRT benar-benar dapat terwujud secara menyeluruh.
Menurut Selly, dalam RUU PPRT, iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan ditanggung pemerintah pusat melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sementara itu, iuran jaminan sosial ketenagakerjaan akan disesuaikan berdasarkan kesepakatan atau perjanjian kerja.
“Skema yang ada ini tidak membebani pemberi kerja, karena mekanisme PBI untuk kesehatan sudah berlaku bagi masyarakat tidak mampu, dan untuk jaminan kecelakaan kerja serta jaminan kematian di BPJS Ketenagakerjaan jumlah iurannya relatif kecil,” jelas Selly.
Selain jaminan sosial, Selly juga mendorong agar PRT masuk ke dalam kategori penerima bantuan sosial pemerintah, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), maupun skema atensi lainnya. Selly menyoroti masalah penentuan desil penerima bansos yang saat ini ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
“Banyak PRT yang seharusnya masuk kategori penerima PKH atau BPNT justru tidak terakomodasi karena data desil masih bermasalah. Kami mendorong agar aturan turunannya nanti bisa memastikan PRT, termasuk yang bekerja di Indonesia maupun di luar negeri, mendapat hak yang sama atas bantuan sosial,” tegasnya.
Dengan pengaturan tersebut, Selly berharap RUU PPRT dapat menjadi instrumen hukum yang menjamin perlindungan komprehensif bagi PRT, tidak hanya terkait hak kerja dan upah layak, tetapi juga akses penuh pada jaminan sosial dan bantuan pemerintah. (dil)