RUU Haji Jadi UU, Komisi VIII: Transformasi Fundamental Pelayanan Haji

INDOPOSCO.ID – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Singgih Januratmoko menyebut persetujuan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah menjadi undang-undang (UU) sebagai sebuah transformasi fundamental dalam pelayanan jamaah haji Indonesia.
“Pengesahan RUU Penyelenggaraan Haji dan Umrah hari ini adalah momen bersejarah. Ini bukan sekadar revisi undang-undang, melainkan sebuah transformasi fundamental untuk memastikan bahwa setiap jamaah haji dan umrah mendapatkan layanan terbaik, sesuai dengan amanat konstitusi,” kata Singgih dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (26/8) malam.
Untuk itu, dia menyambut baik keputusan DPR menyetujui RUU Haji menjadi UU yang disebutnya sebagai produk legislasi hasil kerja keras dan kolaborasi antara DPR, pemerintah, serta berbagai pemangku kepentingan, termasuk asosiasi penyelenggara haji dan umrah.
Dia lantas menyoroti salah satu poin terpenting dalam revisi UU Haji dan Umroh, yakni Badan Penyelenggara Ibadah (BP) Haji yang dilebur menjadi Kementerian Haji dan Umrah.
Menurut dia, perubahan tersebut akan mempermudah koordinasi, mempercepat pengambilan keputusan, dan meningkatkan efisiensi birokrasi dalam penyelenggaraan ibadah.
“Dengan kementerian khusus, fokus dan sumber daya akan terkonsentrasi untuk melayani jamaah secara holistik, dari persiapan di tanah air hingga pelaksanaan ibadah di Arab Saudi,” ujarnya.
Terkait pengelolaan kuota haji tambahan yang ikut diatur dalam RUU Haji, dia menegaskan bahwa penambahan kuota akan diatur dengan transparan dan akuntabel, serta memprioritaskan antrean panjang yang sudah ada sehingga dapat memperpendek masa tunggu bagi calon jemaah.
Adapun mengenai kuota haji khusus sebesar delapan persen umrah mandiri yang sempat menjadi perdebatan, Singgih menyebut kedua skema tersebut telah diatur dengan cermat untuk memastikan tidak ada praktik yang merugikan.
“Kami telah mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk asosiasi penyelenggara. Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas dan pilihan kepada jamaah, namun tetap dalam koridor pengawasan ketat pemerintah untuk mencegah praktik ilegal dan penipuan,” tuturnya.
Dia menambahkan bahwa revisi ketiga UU Haji tersebut merupakan langkah maju guna memastikan tata kelola haji dan umrah yang lebih kuat, akuntabel, dan berpihak pada jamaah.
Singgih pun meyakini dengan kehadiran payung hukum baru tersebut maka penyelenggaraan haji dan umrah di Indonesia akan semakin profesional, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Kami akan terus mengawal implementasi dari undang-undang ini agar sepenuhnya berpihak kepada kepentingan jemaah,” kata dia.
Sebelumnya, Rapat Paripurna ke-4 DPR RI Masa Sidang I Tahun Sidang 2025-2026 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah menjadi undang-undang, yang isinya membentuk Kementerian Haji dan Umrah.
“Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah apakah dapat disetujui menjadi undang-undang,” kata Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (26/8), yang dijawab setuju oleh anggota DPR yang hadir. (bro)