Nasional

P2G Nilai Penjurusan IPA, IPS dan Bahasa di Jenjang SMA tak Relevan Lagi

INDOPOSCO.ID – Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai penerapan kembali jurusan IPA, IPS dan Bahasa akan menghidupkan kembali kastalisasi rumpun mata pelajaran.

Menurutnya, sejarah membuktikan saat penjurusan berkembang di kurikulum-kurikulum sebelumnya, jurusan IPA dinilai anaknya pintar dan pilihan, serta jadi jurusan paling favorit.

“Ada labeling bahwa anak IPA itu paling pintar, adapun jurusan IPS anaknya biasa saja bahkan yang tak terpilih di IPA masuk IPS dan Bahasa, pilihan sisa, persepsi itu yang terbangun puluhan tahun,” ungkap Satriwan kepada indoposco.id, Senin (14/4/2025).

Ia mengatakan, pengkotak-kotakan IPA, IPS, Bahasa tidak relevan dengan perkembangan dunia keilmuan, dunia kerja, dan perubahan masyarakat global. Ilmu pengetahuan sudah bersifat multi dan interdisipliner.

“Penjurusan tiga kelompok itu rasanya agak jadul (obsolete), akan memilah kecerdasan anak secara absolut. Padahal tiap diri anak itu dapat punya potensi multi intelegensia, punya minat bakat yang bersifat lintas disiplin,” terangnya.

Dia juga menilai perubahan kebijakan pendidikan terkesan maju mundur di hampir setiap pergantian menteri pendidikan. Kebijakan yang belum menyentuh persoalan fundamental pendidikan nasional seperti: kompetensi literasi, numerasi, sains anak Indonesia yang konsisten rendah.

Bahkan, lanjut dia, semakin buruk menurut PISA, rendahnya rata-rata lama sekolah 8,77 tahun. Selain itu 60 persen SD dalam keadaan rusak; 4 juta lebih anak tidak sekolah; upah guru honorer yang jauh di bawah UMR; biaya pendidikan yang masih mahal, dan lain sebagainya.

“Diskontinu dalam kebijakan pendidikan dapat berakibat tidak baik, sebab acuannya bukan ke RPJPN dan Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045. Menyebabkan kebingungan masyarakat, guru, siswa, dan orang tua,” bebernya.

Dia menilai, sekali 5 tahun kebijakan pendidikan diubah-ubah sesuai selera menterinya, dan perubahan yang seolah biner atau kontras ini justru akan menghambat upaya mencerdaskan kehidupan bangsa menuju Indonesia Emas 2045. Karena tiap 5 tahun mulai dari 0 lagi, tak ada keberlanjutan (discontinue).

“Lebih menyedihkannya sekali 5 tahun anak Indonesia akan selalu menjadi kelinci percobaan kebijakan pendidikan,” katanya.

Ia menambahkan, penjurusan ini juga akan merugikan siswa khususnya untuk kelas 11 SMA sekarang yang akan ikut Tes Kemampuan Akademik (TKA) November 2025 mendatang, yang mengambil rumpun campur IPA dan IPS tidak sesuai dengan pilihannya

“Sebenarnya, dengan adanya penjurusan sudah tak relevan lagi secara otomatis. Sebab anak kelas XI misal ambil pilihan mata pelajaran (Matpel) dengan formula Kurikulum Merdeka hingga saat ini: Biologi, Kimia, Bahasa Inggris, Sosiologi,” ujarnya.

“Dia ingin ambil jurusan Kedokteran. Ya pada saat TKA matpel pilihan yang diujikan pastinya Biologi dan Kimia,” imbuhnya. (nas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button