Nasional

Ramai-ramai Tolak UN Hadir Kembali, Ini Alasannya Mereka

INDOPOSCO.ID – Ikatan Guru Indonesia (IGI), Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI), Asosiasi Pengawas Seluruh Indonesia (APSI) menolak Ujian Nasional (UN) hadir kembali. Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Danang Hidayatullah menjelaskan, dalam 15 tahun terakhir, telah terjadi transformasi pendidikan khususnya perubahan UN melalui keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk menghapus UN.

Keputusan tersebut, menurut dia, menjadi amanah bagi Menteri Pendidikan sejak Anies Baswedan, Muhadjir Effendy, dan Nadiem Makarim, serta menjadi amanah pula bagi Abdul Mu’ti dan Satryo Brodjonegoro.

“Usaha panjang tersebut berbuah baik, pada 2016, UN ditetapkan tidak lagi menentukan kelulusan murid. Pada 2020, UN dihapuskan,” kata Danang Hidayatullah dalam keterangan, Selasa (12/11/2024).

Perubahan ini, menurutnya, membawa angin segar dalam suasana pembelajaran. Kebiasaan belajar untuk ujian, sedikit demi sedikit, bergeser menjadi belajar untuk penguasaan kompetensi dan penguatan karakter.

“Perubahan itu tidak bisa cepat, butuh waktu bagi murid, guru dan orangtua untuk melupakan kebiasaan lama dan membangun kebiasaan baru,” terangnya.

Di tengah proses tersebut, dikatakan dia, muncul isu untuk mengembalikan UN. Berawal dari sebuah kejadian, menular menjadi suara yang semakin keras. Suara yang membuat Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) mengeluarkan pernyataan akan mengkaji ulang UN.

“Pernyataan yang mendapat respon dari Komisi X DPR RI untuk melanjutkan proses mengkaji ulang UN telah menimbulkan keresahan kami terhadap kualitas pembelajaran bagi murid dan anak kami,” ungkapnya.

“Menyikapi perkembangan tersebut, kami menyatakan pernyataan menolak diadakan UN sebagai ujian terstandar yang menentukan kelulusan murid dan seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB),” imbuhnya.

Alasannya, lanjut dia, UN membuat pembelajaran fokus pada pencapaian hasil ujian, bukan penguasaan kompetensi dan penguatan karakter murid untuk siap menghadapi tantangan nyata kehidupan. UN tidak adil mengukur kemampuan murid dalam waktu singkat dan mengalahkan pengamatan dan asesmen yang terjadi sepanjang proses pembelajaran.

“UN tidak menghargai profesi guru dan satuan pendidikan yang mempunyai kompetensi dan otonomi profesional dalam melakukan evaluasi pembelajaran murid,” katanya.

“UN berdampak negatif pada anak-anak yang masih rentan secara sosio psikologis terhadap tekanan yang berlebihan dan mengabaikan tahap perkembangan di tingkat dasar serta menengah yang berbeda dengan pendidikan tinggi,” imbuhnya.

Selain itu juga, masih ujar dia, UN memperlebar kesenjangan akses pendidikan yang menyebabkan anak-anak marjinal dari orangtua miskin dan/atau di daerah pelosok semakin jauh tertinggal. Dan UN bertentangan dengan amanah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, Pasal 58 Ayat (1): Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

“Kami meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah dan Komisi X DPR melakukan kajian secara terbuka dan inklusif dengan melibatkan pihak yang paling berkepentingan pada pendidikan yaitu murid, guru dan orangtua dalam kaji ulang Ujian Nasional,” tegasnya.

“Kami juga meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah menyempurnakan konsep dan implementasi Asesmen Nasional serta Rapor Pendidikan sebagai sistem evaluasi sistem pendidikan untuk peningkatan kualitas pembelajaran dan karakter murid,” imbuhnya

Ia juga meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah mengembangkan kapasitas guru dalam menyusun beragam asesmen yang komprehensif di awal, selama maupun di akhir pembelajaran.

Dan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah serta Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi untuk terus mengembangkan asesmen terstandar yang berkualitas dan berkeadilan fokus pada Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri. (nas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button