BPK Catat Pengawasan Pajak DKI Jakarta Tidak Sesuai Aturan

INDOPOSCO.ID – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan beberapa catatan pengawasan pajak di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Hasil temuan tersebut menyatakan bahwa data hasil perekaman transaksi usaha belum dimaksimalkan dalam pengawasan pajak daerah dan terdapat potensi kekurangan penerimaan minimal sebesar Rp62.704.157.337,00.
“Hasil analisis atas data hasil perekaman transaksi usaha menunjukkan bahwa pemanfaatan data dari perekaman transaksi usaha secara online masih belum optimal. Hal ini terbukti dari adanya perbedaan data yang signifikan antara jumlah pajak yang telah disetor dengan jumlah pajak yang seharusnya dibayar berdasarkan data perekaman transaksi usaha,” tulis BPK dikutip INDOPOS.CO.ID pada Kamis (18/7/2024).
BPK mencatat pada Tabel 2.4 Daftar Selisih Jumlah Pajak yang Dibayarkan Wajib Pajak dengan Data Dalam Aplikasi SI MOST
1. Jenis Pajak Hotel, Setoran Masa Tahun 2022 Rp1.748.248.627,00, Jumlah Pajak Berdasarkan SI MOST Tahun 2022 Rp6.637.642.095,00, Selisih (Rp4.889.393.468,00).
2. Jenis Pajak Restoran, Setoran Masa Tahun 2022 Rp60.017.168.206,00, Jumlah Pajak Berdasarkan SI MOST Tahun 2022 Rp117.313.524.826,00, Selisih Rp(57.296.356.620,00),
3. Jenis Pajak Hiburan, Setoran Masa Tahun 2022 115.237.932,00, Jumlah Pajak Berdasarkan SI MOST Tahun 2022 Rp329.401.161,00, Selisih Rp(214.163.229,00).
4. Parkir Setoran Masa Tahun 2022 Rp102.890.220,00, Jumlah Pajak Berdasarkan SI MOST Tahun 2022 Rp407.134.240,00, Selisih Rp(304.244.020,00).
Hasil permintaan keterangan dari Suku Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jakarta Selatan: Kepala Bapenda Jakarta Selatan menyatakan telah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pajak online melalui grup WhatsApp dan telah berkoordinasi dengan UP3D dalam menangani perbedaan data pajak yang harus disetor. Namun, belum ada analisis menyeluruh terhadap data transaksi Wajib Pajak dan belum didokumentasikan hasil koordinasi dengan UP3D.
Kepala Suku Bapenda Jakarta Barat menyatakan telah melakukan koordinasi dengan beberapa pihak terkait pengawasan dan pendampingan pelaksanaan pajak online di wilayah Kota Administrasi Jakarta Barat. Namun, belum dilakukan analisis atas data omzet Wajib Pajak.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bahwa kondisi tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah Pasal 6 ayat (8), yang mengharuskan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak melaporkan data transaksi usahanya yang merupakan obyek Pajak Daerah melalui sistem online.
Selain itu, hal ini juga tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 98 Tahun 2019 tentang Pelaporan Data Transaksi Usaha Wajib Pajak Secara Elektronik, yang telah diubah dengan Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 98 Tahun 2019 tentang Pelaporan Data Transaksi Usaha Wajib Pajak Secara Elektronik.
Menanggapi permasalahan tersebut, Pemprov DKI Jakarta melalui Kepala Bapenda menyatakan sependapat dan memberikan penjelasan sebagai berikut:
Berdasarkan Pergub DKI Jakarta Nomor 98 Tahun 2019, bank dan lembaga keuangan bukan bank wajib memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban pelaporan data transaksi usaha secara elektronik.
Dalam Perjanjian Kerjasama dengan bank, disebutkan bahwa bank berkewajiban menyediakan perangkat pelaporan data transaksi usaha secara elektronik tanpa membebani Pemprov DKI Jakarta.
Bank BUMD telah menyanggupi pemasangan sebanyak 10.000 perangkat, dan dua Bank BUMN menyanggupi pemasangan sebanyak 6.000 perangkat pada obyek pajak. Namun, hingga saat ini, bank-bank tersebut belum dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan Perjanjian Kerjasama.
Atas hal ini, Bapenda telah berkoordinasi melalui rapat dengan pihak bank untuk mencari solusi. Selain itu, terkait perbedaan data setoran masa pajak dengan data hasil perekaman transaksi usaha dari Aplikasi SI MOST, akan dilakukan penelusuran lebih lanjut untuk memastikan akurasi data dan kepatuhan wajib pajak.
BPK menganjurkan Gubernur DKI Jakarta untuk menginstruksikan Kepala Bapenda guna mempercepat implementasi sistem pelaporan data transaksi usaha secara elektronik bagi seluruh Wajib Pajak, sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 98 Tahun 2019 tentang Pelaporan Data Transaksi Usaha Wajib Pajak Secara Elektronik yang telah diubah melalui Pergub Nomor 2 Tahun 2022.
Selain itu, Kepala Bapenda diharapkan melakukan penelitian terhadap data kurang bayar pajak pada SI MOST dan menyelesaikan setiap kurang bayar yang ditemukan.
BPK juga merekomendasikan penerapan sanksi kepada Wajib Pajak yang tidak mematuhi kewajiban pemasangan perangkat online sesuai ketentuan yang berlaku.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Bapenda DKI Jakarta Lusiana Herawati saat dikonfirmasi via selulernya tidak menanggapi ihwal temuan BPK tersebut. (fer)