Pascaperetasan PDN, Pakar Telematika: Menkominfo Harus Dikartumerah

INDOPOSCO.ID – Seruan agar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi “dikartumerahkan” menjadi perbincangan warganet. Seruan tersebut menyeruak pasca peretasan Pusat Data Nasional (PDN).
Pakar Telematika Roy Suryo mengaku sependapat ketika ada petisi dari SafeNet agar Menkominfo Budi Arie Setiadi “dikartumerahkan”.
“Saya setuju ketika ada yang menyerukan agar Menkominfo dikartumerahkan,” jelas Roy melalui gawai, Rabu (10/7/2024).
Ia mengatakan, kartu merah adalah istilah dalam permainan sepakbola. Wasit akan memberikan kartu merah kepada pemain yang melakukan pelanggaran berat atau akumulasi dari kartu kuning (pelanggaran ringan/sedang). Konsekuensinya, pemain yang kena kartu merah harus terusir dari lapangan.
Terkait hal ini, menurut Roy, banyak pihak mendesak Budi Arie Setiadi mundur dari jabatan Menkominfo pasca-Pusat Data Nasional (PDN) Sementara 2 di Surabaya, Jawa Timur, dibobol “hacker” (peretas) pada 20 Juni 2024. Namun Budi Arie bergeming, tak mau mundur. Sehingga harus dimundurkan, dipecat, atau dikartu merah.
“Peretasan itu sesungguhnya telah terjadi sejak 17 Juni 2024 lalu,” kata dia.
Roy juga mengapresiasi pengunduran diri Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan.
“Saya apresiasi. Anda termasuk orang baik di Kementerian Kominfo,” tuturnya.
Menurut Roy, meski ada “cloud storage” di Batam, Kepulauan Riau, dan PDNS 1 di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, fakta bahwa sebagian besar data penting republik ini dapat dikuasai oleh “hacker” dan sekarang dalam kondisi terenkripsi serta dimintakan tebusan senilai USD8 juta (Rp132 miliar) adalah bukti kegagalan pemerintah dalam melindungi data.
“Saya mendukung pemerintah untuk tidak membayar tebusan tersebut karena tidak ada jaminan data akan dikembalikan dan transaksi menggunakan ‘cryptocurrency’ yang tidak bisa dilacak,” terangnya.
Roy juga mengecam oknum yang mendorong pemerintah untuk membayar tebusan, termasuk seorang pakar dari ITB yang menurutnya patut dicurigai karena sikapnya yang mendukung pembayaran tebusan.
Dia menegaskan kasus ini adalah tragedi besar bagi Indonesia dan tidak bisa dianggap enteng. Data publik yang sekarang dienkripsi, sebenarnya sudah dicuri dan siap dibocorkan sewaktu-waktu.
“Dapat dibayangkan data tersebut meliputi data kependudukan, kesehatan, keuangan, bahkan intelijen. Ini bukan lagi dampak minor atau mayor, tetapi sudah kritis,” tegasnya.
“Seharusnya penanggung jawab semua ini, yakni Menkominfo Budi Arie Setiadi mundur sebagaimana petisi SafeNet,” imbuhnya.
Sementara itu, Pakar IT Ridho Rahmadi mengaku sependapat dengan sinyalamen mantan Dirjen Aptika Semuel Abrijan Pangerapan bahwa ada orang dalam yang diduga terlibat dalam kasus peretasan PDNS 2 ini.
“Insider (orang dalam) lebih masuk akal. Harus dikulik sampai ke pangkalnya. Saya menduga ada yang pesan, yakni kaum elite, punya banyak dana dan kekuatan politik, yang mau ‘smooth landing’,” katanya.
Orang dalam, menurut Ridho, banyak yang tidak suka dengan Menkominfo Budi Ari yang sombong dan tidak mau diberi masukan. “Peretasan itu sebagai pelajaran bagi Menkominfo,” ucapnya.
Sementara itu, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Perekat Nusantara Petrus Selestinus menilai pemerintah tidak punya kemauan politik untuk melindungi PDN dengan undang-undang yang secara khusus mengatur tentang PDN, sebagaimana pemerintah dan DPR membentuk UU No 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
“Presiden Jokowi diduga memiliki agenda politik pembentukan UU hanya untuk melindungi kelompoknya saja, sehingga untuk hal yang sangat penting dan strategis seperti PDN hanya cukup diatur dengan Perpres,” ujarnya. (nas)