KPK Sita Aset Tanah Senilai Rp10 Miliar Milik Mantan Bupati HSU

INDOPOSCO.ID – Tim penyidik KPK, telah melakukan penyitaan berbagai aset dari tersangka mantan Bupati Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan (Kalsel) Abdul Wahid (AW).
Penyitaan tersebut terkait dugaan adanya penerimaan suap, gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di mana uang-uang yang diterima oleh tersangka AW tersebut dipergunakan di antaranya dengan membeli beberapa aset dalam bentuk tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor.
“Tim penyidik menduga kuat adanya kesengajaan tersangka AW dalam melakukan transaksi keuangan tidak melalui jasa layanan transaksi keuangan yang sah dan menyembunyikan hingga menyamarkan asal usul harta kekayaannya dengan mengatasnamakan pihak-pihak lain,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Selasa (18/1/2022).
Ali mengungkapkan tim penyidik menemukan berbagai aset berupa barang yang kemudian dilanjutkan dengan penyitaan untuk menjadi barang bukti dalam berkas perkara.
Baca Juga : Kasus TPPU Mantan Bupati HSU, KPK Periksa 7 Saksi dari Pihak Swasta
Aset-aset yang disita tim penyidik KPK antara lain berupa tanah dan bangunan yang berada di wilayah Kabupaten HSU dan sekitarnya dengan nilai Rp10 miliar; uang tunai dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing yang jumlahnya sekitar Rp4,2 miliar; dan kendaraan bermotor
Seluruh barang bukti ini akan di konfirmasi kepada para saksi, baik saat proses penyidikan hingga proses pembuktian dipersidangan.
Aset-aset ini dalam putusan pengadilan yang berkekuatan hukum bisa dirampas untuk negara sehingga menjadi salah satu capaian dan tambahan pemasukan bagi negara dari aset recovery tindak pidana korupsi maupun TPPU untuk dipergunakan bagi pembangunan.
“Dalam suatu penanganan perkara TPPU, KPK juga mengharapkan peran masyarakat jika mengetahui aset-aset lainnya yang diduga terkait dalam perkara ini, dapat menginformasikannya kepada KPK,” imbau Ali.
Baca Juga : Kasus TPPU Mantan Bupati HSU, KPK Panggil 12 Saksi
Hal ini, lanjut Ali, sebagai wujud keturutsertaan masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi dan optimalisasi penerimaan negara melalui penegakkan hukum.
Untuk diketahui, KPK melakukan pengembangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPK) suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU, Kalsel tahun 2021-2022 dengan tersangka mantan Bupati HSU, Abdul Wahid (AW).
“Setelah mendalami dan menganalisa dari rangkaian alat bukti yang ditemukan oleh tim penyidik dalam proses penyidikan perkara suap dan gratifikasi oleh tersangka AW, diduga ada beberapa penerimaan tersangka AW yang dengan sengaja disamarkan dan diubah bentuknya serta dialihkan kepada pihak lain,” ujar Ali Fikri.
Ali mengatakan dari temuan bukti ini, KPK kembali menetapkan tersangka AW sebagai tersangka dalam dugaan perkara TPPU.
“TPPU diterapkan karena diduga ada bukti permulaan yang cukup terjadi perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi kepada aset-aset bernilai ekonomis seperti properti, kendaraan dan menempatkan uang dalam rekening bank. Informasi yang kami terima, diduga ada pihak-pihak yang dengan sengaja mencoba untuk mengambil alih secara sepihak aset-aset yang diduga milik tersangka AW,” ujar Ali.
Ali mengingatkan agar dalam proses penyidikan perkara ini, tidak ada pihak-pihak yang dengan secara sadar dan sengaja mencoba mencegah, merintangi atau menggagalkan penyidikan perkara ini karena KPK tak segan terapkan sanksi pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pasal 21 UU Tipikor berbunyi: “setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa atau pun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.”
Sebelumnya, KPK telah secara resmi menetapkan tersangka Bupati Hulu Sungai Utara, Kalsel, Abdul Wahid (AW), Kamis (18/11/2021).
Tersangka Abdul Wahid, selaku Bupati Hulu Sungai Utara untuk 2 periode (2012- 2017 dan 2017- 2022) pada awal tahun 2019, menunjuk MK (Maliki) sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas PUPRP (Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan) Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Diduga ada penyerahan sejumlah uang oleh Maliki untuk menduduki jabatan tersebut karena sebelumnya telah ada permintaan oleh tersangka Abdul Wahid.
Penerimaan uang oleh tersangka Abdul Wahid dilakukan di rumah Maliki pada sekitar Desember 2018 yang diserahkan langsung oleh Maliki melalui ajudan tersangka Abdul Wahid.
Pada sekitar awal tahun 2021, Maliki menemui tersangka Abdul Wahid di rumah dinas jabatan bupati untuk melaporkan terkait plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021. Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek dimaksud.
Tersangka Abdul Wahid menyetujui paket plotting ini dengan syarat adanya pemberian komitmen fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee yaitu 10% untuk tersangka Abdul Wahid dan 5% untuk Maliki.
Adapun pemberian komitmen fee yang antara lain diduga diterima oleh tersangka Abdul Wahid melalui Maliki lol, yaitu dari MRH (Marhaini) dan FH (Fachriadi) dengan jumlah sekitar Rp500 juta.
Selain melalui perantaraan Maliki tersangka Abdul Wahid juga diduga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu tahun 2019 sejumlah sekitar Rp4,6 miliar, tahun 2020 sejumlah sekitar Rp12 miliar dan tahun 2021 sejumlah sekitar Rp1,8 miliar. Jadi jika ditotalkan, jumlah uang yang berasal dari fee proyek yang diterima tersangka Abdul Wahid mencapai Rp 18,9 miliar.
Atas perbuatannya, tersangka Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jo. Pasal 64 KUHP Jo. Pasal 65 KUHP.
Sekadar informasi, perkara ini berawal dari kegiatan tangkap tangan oleh tim KPK pada 15 September 2021 di Hulu Sungai Utara, Kalsel. KPK juga telah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka, yaitu MK (Maliki) Plt. Kadis PU pada Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Penggunaan Anggaran (KPA); MRH (Marhaini) swasta /Direktur CV Hanamas dan FH (Fachriadi) swasta/Direktur CV Kalpataru. (dam)