Apa Saja Sih yang Dibutuhkan Industri, Ini Penjelasan Kemendikbudristek

INDOPOSCO.ID – Pendidikan vokasi dekat dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI), yakni melalui kemitraan pada proses pembelajaran, pengembangan, penguatan sumber daya manusia (SDM), hingga perekrutan lulusan vokasi.
Pernyataan tersebut diungkapkan Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek, Wikan Sakarinto dalam acara daring, Selasa (23/11/2021).
Ia menuturkan, para siswa dan mahasiswa selama masa studinya harus mendapatkan pengalaman dan merasakan kultur dari dunia usaha, dunia industri dan dunia kerja. Sehingga saat lulus nanti bisa menjadi SDM yang terampil, siap kerja dan memenuhi kebutuhan industri.
Baca Juga : Siap-siap Lulusan SMK Baru! Ada Program D2 Hanya Cukup Ditempuh 1,5 Tahun Lho!
“Kalau bicara hard skills, lulusan vokasi sudah cukup kompeten dan menguasai. Namun yang perlu untuk ditingkatkam adalah soft skills, meliputi kemampuan berkomunikasi, team work, leadership, integritas, kemandirian, dan karakternya,” ungkap Wikan.
Pemerintah saat ini, menurut dia, fokus membangun SDM melalui pendidikan vokasi. Sebab, SDM vokasi yang unggul berpotensi menjadi pendongkrak peningkatan ekonomi nasional dan daya saing bangsa.
Salah satu komitmen dari Pemerintah ialah mewujudkan link and match.
Baca Juga : Ini Pasal yang Jadi Kontroversi Dalam Permendikbudristek 30 Tahun 2021
“Project Based Learning (PBL) yang riil menjadi salah satu model pembelajaran yang harus diterapkan di seluruh satuan pendidikan vokasi di Tanah Air,” kata Wikan.
“Pelaksanaan PBL belum terlalu kuat walaupun sudah ada. PBL bukan sekadar melakukan project lalu selesai, tetapi PBL yang riil ini adalah yang berdasarkan pada pesanan industri yang benar-benar dibutuhkan,” imbuhnya.
Wikan menjelaskan, kemitraan antara pendidikan vokasi dengan DUDI sudah terjalin cukup baik. Para pelaku DUDI konsisten bekerja sama dengan pendidikan vokasi dalam proses pembelajaran, Namun belum semuanya bersifat mutual benefit dan berkelanjutan.
“Industri itu diajak menyusun kurikulum bersama, mengajar bersama, melaksanakan PBL yang riil, merancang magang bersama, menyusun sertifikasi kompetensi yang disepakati bersama. Baru jika sudah dilakukan, kita bisa menawarkan industri untuk menyerap lulusan. Jadi tidak bisa dipaksa, ketika merekrut pun mereka harus melakukan seleksi dahulu,” bebernya.
Sementara itu Direktur Perencanaan dan Pelayanan Pusat Studi Apindo Soeprayitno mengatakan, pandangannya mengenai kemitraan DUDI dengan pendidik vokasi dari kacamata industri. Ia membagi link and match vokasi dengan DUDI menjadi tiga bagian.
“Pertama adalah business matching, yaitu misalnya kami memindahkan sebagian proses bisnis ke Politeknik. Ini tentu bagi kami keuntungannya lebih murah, bahkan bagi pendidikan vokasi bisa dijadikan sebagai teaching factory. Tetapi memang tidak semua satuan pendidikan vokasi siap melakukan ini,” ujarnya.
Menurut dia, kemitraan kedua bisa melalui talent matching yang sasarannya adalah penyiapan SDM bagi DUDI. Baru yang ketiga adalah social matching.
“SDM vokasi harus mampu mengejar dan memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan industri. Untuk itu dalam perekrutan seleksi menjadi tahapan yang penting, tidak semata-mata adanya kerja sama lulusan dari satuan pendidikan vokasi langsung terserap,” ungkapnya. (nas)