Nasional

Jumhur Kecewa Jejaknya sebagai Tahanan Politik Jadi Pemberat Tuntutan

INDOPOSCO.ID – Aktivis buruh Jumhur Hidayat mengaku kecewa terhadap pertimbangan jaksa yang memasukkan rekam jejaknya sebagai tahanan politik dalam pemberat tuntutan pada kasus penyebaran berita bohong dan keonaran.

Bagi Jumhur, status mantan terpidana itu ia dapat saat berdemonstrasi mengupayakan demokrasi saat rezim Orde Baru.

“Waktu itu, saya di ITB dan dipecat dari ITB, karena memperjuangkan demokrasi, dan saya dipenjara hingga 3 tahun, dan itu dianggap sebagai pemberat. Artinya, perjuangan mencapai demokrasi yang berujung pada gerakan reformasi dianggap bukan apa-apa,” kata Jumhur di Jakarta, Kamis (23/9).

“Itu tidak tepat,” tegasnya, seperti dikutip Antara.

Jumhur ketika berkedudukan mahasiswa di Fakultas Teknik Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 5 Agustus 1989 berdemonstrasi menyangkal kunjungan Menteri Dalam Negeri Rudini. Aksi itu berakhir pemidanaan terhadap Jumhur dan aktivis mahasiswa lainnya, ialah Mochammad Fadjroel Rachman yang saat ini menjadi jubir Presiden Jokowi, Arnold Purba, Supriyanto alias Enin, Amarsyah, dan Bambang Sugiyanto Lasijanto.

Beberapa hari setelah itu, Jumhur muda dibekuk oleh aparat dan ia mendekam di tahanan militer. Akibat aksinya itu, Jumhur dan beberapa aktivis mahasiswa yang dibekuk divonis bersalah dan dihukum 3 tahun penjara.

Jumhur sempat dipindahkan ke tahanan di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, namun tidak lama setelah itu ia dipindahkan ke LP Sukamiskin di Jawa Barat hingga akhirnya bebas pada 22 Februari 1992.

Pengalamannya selama menjadi aktivis telah Jumhur sampaikan ke hadapan majelis hakim pada persidangan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (16/9).

Dalam sidang, majelis hakim, yang dipimpin oleh Hapsoro Widodo, memahami keterangan Jumhur pertanyaan kegiatannya sebagai aktivis yang mengadvokasi demokrasi dan hak- hak buruh.

Namun, keterangan itu malah masuk dalam pertimbangan yang memberatkan tuntutan terhadap Jumhur untuk kasus penyebaran berita bohong dan keonaran.

Jaksa Puji Triasmoro dari Kejaksaan Agung RI saat sidang di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (23/9), menuntut majelis hakim memvonis Jumhur bersalah dan menghukum ia penjara selama 3 tahun.

Sebabnya, cuitan Jumhur di sosial media Twitter, yang diunggah pada 7 Oktober 2020, dipercayai oleh jaksa sebagai berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran.

Aksi Jumhur itu, bagi Jaksa, melanggar Pasal 14 Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Dalam pertimbangan ketetapannya, jaksa mengatakan tindakan Jumhur yang tidak membuktikan rasa bersalah serta statusnya sebagai mantan terpidana sebagai pemberat tuntutan. Sementara itu, tindakan Jumhur yang sopan selama persidangan jadi pertimbangan yang meringankan tuntutan. (mg4)

Back to top button