Internasional

Sebelum Palestina Merdeka, Hamas Tak Akan Letakkan Senjata

INDOPOSCO.ID – Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, menegaskan bahwa mereka tidak akan menghentikan perjuangan bersenjata sampai negara Palestina yang merdeka dan berdaulat benar-benar terwujud. Pernyataan ini dirilis pada Sabtu (3/8/2025) sebagai respons terhadap laporan yang beredar terkait potensi perlucutan senjata.

Pernyataan resmi tersebut muncul setelah media Israel Haaretz melaporkan isi rekaman yang diklaim berasal dari utusan Timur Tengah Amerika Serikat, Steve Witkoff. Dalam rekaman itu, Witkoff disebut menyatakan bahwa “Hamas telah siap untuk dilucuti senjatanya.”

“Kita berada sangat dekat dengan solusi yang bisa mengakhiri perang ini,” ujar Witkoff dalam rekaman itu, sebagaimana dikutip oleh Haaretz.

Menanggapi kabar tersebut, Hamas menegaskan bahwa perlawanan bersenjata tetap menjadi hak sah selama tanah Palestina masih berada dalam pendudukan sebuah prinsip yang diakui oleh hukum internasional.

“Hak tersebut tidak akan kami lepaskan hingga semua hak nasional rakyat Palestina dipenuhi sepenuhnya, termasuk pendirian negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kota,” demikian isi pernyataan resmi Hamas yang disampaikan melalui Telegram.

Witkoff diketahui bertemu keluarga para sandera Israel di Tel Aviv pada Sabtu. Di hari yang sama, ratusan warga Israel menggelar aksi menuntut tercapainya kesepakatan gencatan senjata yang dapat menjamin pembebasan para sandera di Jalur Gaza, menurut laporan Haaretz.

Kunjungan itu menandai kali ketiga Witkoff datang ke Hostage Square sejak pecahnya konflik. Kegiatan ini juga berlangsung tidak lama setelah Hamas dan Jihad Islam merilis rekaman video dua sandera Israel, Evyatar David dan Rom Braslavski, yang terlihat dalam kondisi lemah dan kekurangan gizi yang kemudian memicu kemarahan luas di kalangan publik Israel.

Sehari sebelumnya, pada Jumat, Witkoff juga sempat mengunjungi pusat distribusi bantuan di Gaza bagian selatan yang dioperasikan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF) lembaga yang menuai kritik tajam dari sejumlah pihak.

Dalam keterangannya, Witkoff mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk memberikan gambaran langsung kepada Presiden AS Donald Trump mengenai kondisi kemanusiaan di Gaza, sekaligus membantu merancang mekanisme pendistribusian bantuan makanan dan medis ke wilayah tersebut.

Namun, sistem distribusi GHF sendiri tengah menjadi sorotan. Warga Gaza dan kelompok hak asasi menuduh model distribusi itu digunakan sebagai alat pemindahan paksa berkedok bantuan, bahkan disebut sebagai “jebakan mematikan.” Sejak Mei 2025, lebih dari 1.300 orang tewas saat mengantre bantuan, menurut laporan lokal.

Hamas mengecam kunjungan Witkoff tersebut sebagai bagian dari “manuver pencitraan” yang bertujuan mengalihkan perhatian internasional dari tuduhan serius terhadap Israel, termasuk apa yang disebut sebagai kampanye kelaparan sistematis oleh sejumlah organisasi hak asasi dan pejabat PBB.

Sejak pecahnya konflik pada 7 Oktober 2023, data dari Kementerian Kesehatan Gaza mencatat setidaknya 169 warga Palestina, termasuk 93 anak-anak, meninggal akibat kelaparan.

Meski mendapat tekanan global untuk menghentikan serangan, militer Israel terus melakukan operasi militer besar-besaran di Gaza. Sejauh ini, lebih dari 60.000 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, dilaporkan telah tewas.

Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza seperti dilansir Anadolu melalui Antara.

Selain itu, Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional terkait operasi militer di wilayah tersebut. (aro)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button