Headline

Heboh, Siswa Tak Disiplin, Leher Dirantai dan Disel di SPN Dirgantara Batam

INDOPOSCO.ID – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Kota Batam menerima laporan dari 10 orangtua peserta didik yang anaknya mengalami kekerasan di SPN (Sekolah Penerbangan Nusantara) Dirgantara Kota Batam, Kepulauan Riau.

Tak hanya itu, ketika anak mereka mengundurkan diri dan mau pindah ke sekolah lain juga mengalami kesulitan pemindahan Dapodik (Data Pokok Pendidikan), sehingga para peserta didik mengalami hambatan melanjutkan pendidikan ke sekolah lain.

Menurut Retno Listyarti, Komisoner KPAI Bidang Pendidikan,terkait masalah mutasi Dapodik dan pemenuhan hak atas anak tersebut, KPAI dan KPPAD Kota Batam sudah melakukan koordinasi dengan Inspektorat Jenderal Kemendikbud.

Baca Juga : Polisi Usut Kasus Pria ODGJ yang Aniaya Ibu Kandung Hingga Tewas

“Terkait masalah mutasi Dapodik dan pemenuhan hak atas pendidikan ke-10 anak tersebut, KPAI bersama KPPAD Kota Batam sudah melakukan rapat koordinasi dengan Inspektorat Jenderat Kemendikbud Ristek, yang dihadiri oleh Sesjen Itjen Kemendikbudristek. Rapat koordinasi secara daring tersebut menghasilkan sejumlah strategi untuk masalah Dapodik dan pemenuhan hak atas pendidikan ke-10 anak tersebut, termasuk investasi kepada sekolah yang diduga melakukan kekerasan,” terag Retno dalam keterangan tertulisnya kepada Indoposco, Minggu (31/10/2021).

Dijelaskan, alasan para orangtua memindahkan anaknya dari SPN Dirgantara, Kota Batam, karena mengalami kekerasan dan trauma dari aksi kekerasan yang dialaminya.“Jika hasil asesmen menunjukkan trauma, maka anak-anak tersebut berhak mendapatkan rehabilitasi psikologis dari lembaga layanan di daerahnya”, ujar Retno Listyarti.

Retno mengungkapkan, dari keterangan yang didapat oleh KPAI dan KPPAD Kota Batam, sekolah SPN Dirgantara berada di sebuah ruko (rumah dan toko) yang tidak sesuai dengan standar pendidikan.Bahkan, dulunya di lantai dasar sekolah ada sel tahanan, namun setelah didatangi KPAI dan Kompolnas, sel tersebut sudah dibongkar, dan ternyata dipindahkan ke lantai 4. “Sel tahanan menurut para orangtua pengadu difungsikan saat ada peserta didik yang melakukan pelanggaran disiplin,” cetus Retno.

Baca Juga : Bareskrim Limpahkan Berkas Penganiayaan M Kece ke Jaksa

Retno menuturkan, pada tahun 2018 lalu KPAI dan KPPAD Provinsi Kepri pernah menerima laporan kekerasan terhadap peserta didik yang dilakukan oleh pihak sekolah.Yaitu, SPN Dirgantara Kota Batam. Siswa SMK Penerbangan atau SPN Dirgantara Batam, orangtua dari peserta didiknya yang berinisial RS.

RS mengaku mendapat perlakuan tidak semestinya sejak Kamis (6/9/2018) silam. Dia mengaku dipenjara di sekolahnya, sebelum akhirnya dijemput oleh Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepulauan Riau, pada Sabtu (8/9/2018).

Alasan sekolah menahan anak dari RS karena orangtuanya memiliki tunggakan SPP “utang” kepada sekolah, korban diminta membayar utang dahulu baru dilepaskan. Padahal menahan dan menyiksa anak dengan alasan utang tidak dibenarkan dan melanggar UU Perlindungan Anak, UU Sisdiknas serta UU HAM

“Bahkan sebelum ditahan dalam sel sekolah, RS yang hendak naik pesawat dari Bandara Hang Nadim hendak menuju Surabaya (Jawa Timur) ditangkap Pembina SPN Penerbangan Batam berinisial ED dengan tangan di borgol dan kemudian dimasukan sel tahanan di sekolah, dan mengalami kekerasan fisik (berjalan jongkok di aspal panas sehingga lutut melepuh)”, ungkap Retno.

Pada saat peristiwa tahun 2018, KPAI bersurat kepada Kepala Daerah untuk difasilitasi rapat koordinasi membahas kasus kekerasan di SPN Penerbangan Batam dengan Dinas Pendidikan dan pihak sekolah. Hadir juga dalam rakor tersebut Kemendikbud dan Kompolnas (mengingat terduga pelaku adalah anggota kepolisian).

Hasil rakor menghasilkan beberapa kesepakatan yaitu Dinas Pendidikan Provinsi Kepri, KPAI, KPAD, Kompolnas dan Polres Batam bersama-sama mendatangi lokasi sekolah keesokan harinya.

Saat tiba di sekolah, ternyata ruang sel tahanan di sekolah yang berada di lantai satu sudah dibongkar, bahkan ruangan dibuat nyaman dengan memasang AC baru juga. “Sebelumnya, Kompolnas juga bertemu Wakapolda Kepri terkait dorongan untuk pemeriksaan terhadap oknum polisi ED dan penegakan disiplin jika terbukti bersalah,” imbuhnya.

Namun tragisnya, pada bulan Oktober 2021 kasus serupa kembali terjadi, dan kali ini korbannya ada 10 peserta didik. Kesepuluh orangtua sempat melapor ke Dinas Pendidikan Provinsi Kepri dan juga membuat pengaduan ke KPAD Kota Batam.

Menurut penjelasan para orangtua pengadu, Dinas Pendidikan Provinsi Kepri melakukan sidak ke SPN Dirgantara Kota Batam atas laporan para orangtua peserta didik, dan benar bahwa ke-10 anak tersebut ditahan dalam sel sekolah.

Pihak Disdik Kepri diwakili oleh salah seorang Kepala Bidang. Dinas Pendidikan Provinsi Kepri memerintahkan anak-anak dilepaskan dan dikembalikan ke orangtuanya pada hari itu juga. Terkait surat pindah ke-10 anak juga wajib diberikan dalam 3 hari kedepan.

Namun, sampai dengan KPAI dan KPPAD Kota Batam melakukan rapat koordinasi dengan Itjen Kemendikbud, Data Dapodik ke-10 peserta didik belum juga dipindahkan oleh pihak SPN Dirgantara ke sekolah tujuan, sehingga para peserta kesulitan melanjutkan pendidikannya jika Dapodiknya tidak segera dipindahkan ke sekolah yang baru. “Seharusnya Dinas Pendidikan dapat bekerjasama dengan Kemendikbud untuk mengatasi hal ini”, urai Retno.

Leher Dirantai Seperti Binatang

Pada kasus terbaru ini, KPAI dan KPPAD Batam menerima bukti 1 video dan 15 foto yang diduga merupakan peserta didik di SPN Dirgantara Batam yang mengalami pemenjaraan di sel tahanan sekolah, ada yang tidak diikat, namun ada 2 peserta didik yang dirantai di leher dan di tangan.

Sepuluh foto menampakan gambar ada 4 anak di dalam ruangan tahanan yang sempit, beralaskan karpet berwarna biru dan ada 1 dipan dengan Kasur yang tidak diberi alas. Anak-anak tampak bertelanjang dada karena ruangan sempit dilantai atas pastilah sangat panas. Dari video yang kami terima, wajah keempat anak terlihat tertekan dan tak banyak bicara, jika ditanya hanya menjawab singkat.

“Rekaman video yang kami dapatkan, merekam kejadian ketika anak-anak tersebut dibebaskan oleh pihak Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau. Terdengar suara yang diduga pejabat Dinas pendidikan yang disebut sebagai pak Kabid (Kepala Bidang), yang tampak marah karena penahanan tersebut dianggap tidak manusiawi dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Hak Asasi Manusia,” tuturnya.

Tidak hanya itu, KPAI juga menerima 4 foto lagi yang belakangan kami terima, foto yang terbilang sadis tahun 2020 lalu “Dalam 2 foto tergambar 2 anak yang tangannya di borgol sebelah, sehingga keduanya harus terus berdekatan karena diikat dengan satu borgol masing-masing tangannya kanan dan kirinya. Lebih mengenaskan lagi, salah satu anak juga dirantai lehernya seperti binatang,” ungkap Retno.

Retno menambahkan, pada 2 foto lagi terlihat 3 anak laki-laki sedang berdiri di baik jeruji sel tahanan yang diduga adalah sel tahanan yang berada di SPN Dirgantara, ketiganya bahkan menggunakan seragam seperti tahanan, berwarna oranye. (yas)

Back to top button